Jakarta, FORTUNE – Busan International Film Festival (BIFF) 2023 memberikan sorotan khusus kepada industri sinema Indonesia melalui program 'Renaissance of Indonesian Cinema’ yang diadakan festival film terbesar di Asia itu pada 4-13 Oktober 2023.
Produser film Indonesia, Yulia Evina Bhara, mengatakan bahwa hampir semua festival film internasional selalu memberikan fokus pada satu negara tertentu yang dianggap berkembang signifikan. “Indonesia dilihat sangat bertumbuh, kita bounce back cepat dari pandemi, kemudian ada berbagai film yang muncul, talenta baru, jadi BIFF menilai Indonesia sudah saatnya jadi fokus mereka,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (2/10).
Yulia mengungkapkan bahwa banyak insan perfilman dunia yang kini tertarik pada perkembangan tersebut. Pada Festival Film Cannes terakhir, sinema Indonesia bahkan dianggap sebagai salah satu yang memenagruhi sinema di Asia di masa kini. Para programmer dari BIFF kerap mencari potensi-potensi baru insan perfilman di seluruh dunia, jadi terpilihnya Indonesia juga atas dasar penilaian yang kuat.
“Mereka (programmer) bertemu dengan para talenta di berbagai festival film dunia, dan secara aktif mencari tahu dengan cara hadir di festival yang ada di Indonesia, mereka juga mencari tahu dari OTT (over the top) juga, untuk tahu film apa yang sedang berkembang,” kata Yulia.
Pemilihan nama program ‘Indonesia Renaissance of Indonesian Cinema’ itu pun menurutnya berasal dari BIFF.
Kebangkitan
Sutradara film Gadis Kretek, Kamila Andini, mengatakan bahwa program yang ditujukan bagi perfilman Indonesia di BIFF kali ini bukanlah yang pertama. Hal serupa juga pernah dilakukan 10 tahun lalu, meski fokusnya pada film-film kontemporer.
Penggunaan kata ‘renaissance’ atau yang berarti ‘kebangkitan’ menurutnya lebih dari sekadar apresiasi, dan bisa menjadi sebuah refleksi industri film mancanegara melihat perfilman Indonesia. “Lebih dari konten atau kualitas, tetapi ada keberagaman jenjang generasi yang tercipta, hingga kreativitas berkembang. Ini menyenangkan,” ujar Andini.
Fasilitator
Staf Khusus Dirjen Kebudayaan Kemendikburistek, Alex Sihar, mengatakan Kemdikbudristek ikut mengambil peran sebagai fasilitator dalam mendukung keberadaan film-film Indonesia ini di BIFF 2023, salah satunya dengan memberikan grant travel bagi 50 orang yang masuk sebagai delegasi Indonesia.
“Posisi BIFF selalu jadi poin melangkah yang signifikan untuk para pembuat film, terutama pembuat film dari Asia. Begitu sudah step-in di Busan, biasanya terbuka semua pintu lain di internasional,” katanya.
Sebanyak 15 judul film karya sineas Indonesia akan ikut berkompetisi dan tayang di BIFF 2023, terdiri dari film pendek, film panjang, dan serial. Khusus dua film Indonesia yang masuk program kompetisi, adalah film panjang karya Yosep Anggi Noen berjudul ’24 Jam Bersama Gaspar’ di program Jiseok; dan sebuah film pendek karya Rein Maychaelson yang berjudul ‘The Rootless Bloom’ yang siap bersaing di ajang Wide Angle.
Sementara, film panjang yang akan tayang di program A Window on Asian Cinema adalah ‘Sara’ karya Ismail Basbeth, ‘Ali Topan’ karya Sidharta Tata, dan ‘Women from Rote Island’ karya Jeremias Nyangoen.
Beberapa judul film Indonesia lainnya yang akan ditayangkan di BIFF 2023, seperti ‘Perempuan Tanah Jahanam’ (Joko Anwar), ‘Posesif’ (Edwin), ‘What They Don’t Talk About When They Talk About Love’ (Mouly Surya), dan lainnya.