Jakarta, FORTUNE – Era digitalisasi seperti saat ini menjanjikan beragam jenis pekerjaan. Peluang memperoleh penghasilan dari pekerjaan lepas pun terbuka lebar. Meski demikian, Anda yang memilih menjadi freelancer juga tetap akan dikenakan pajak penghasilan pekerja lepas.
Dasar pengenaan pajak bagi freelancer tertera jelas di undang-undang PPh Orang Pribadi Pasal 21 (Pph 21). Meski tidak terikat pada satu pekerjaan, namun freelancer nyatanya tetap menghasilkan uang dari pekerjaan yang dilakukan. Hal inilah yang membuat pemerintah tetap memasukkan para freelancer sebagai wajib pajak penghasilan.
Lantas, bagaimana cara menghitung pajak penghasilan para freelancer? berikut ulasan mengenai cara menghitung pajak penghasilan pekerja lepas dan serba-serbinya.
Self assesment
Salah satu yang perlu diperhatikan bagi para freelancer adalah self assessment atau penilaian sendiri atas pendapatan yang diperoleh setiap tahunnya. Self assesment memberikan kewenangan kepada freelancer untuk menghitung pajak penghasilan selama setahun dan melaporkannya sendiri.
Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat-surat ketetapan pajak setiap saat. Pemerintah hanya mengeluarkan surat ketetapan pajak jika freelancer telat melaporkan SPT tahunan atau lupa membayar pajak penghasilan.
Tarif pajak penghasilan
Cara menghitung pajak penghasilan para freelancer sebenarnya cukup mudah. Para pekerja lepas bisa menghitungnya dengan norma penghitungan yang besarannya sudah ditetapkan pemerintah.
Rumus cara menghitung pajak penghasilan bagi freelancer, yaitu tarif progresif pajak penghasilan orang pribadi dikali penghasilan kena pajak. Besaran tarif progresif pajak penghasilan orang pribadi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh Nomor 36 Tahun 2008:
- 5 persen untuk penghasilan kena pajak hingga Rp50 juta per tahun.
- 15 persen untuk penghasilan kena pajak Rp50 juta sampai dengan Rp250 juta per tahun.
- 25 persen untuk penghasilan kena pajak Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta per tahun.
- 30 persen untuk penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta per tahun.
Jangan lupa, persentase norma penghitungan pajak penghasilan ini dibagi menjadi tiga kelompok, yakni 10 Ibu Kota Provinsi (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak); Ibu Kota Provinsi lainnya; dan daerah lainnya.
Ilustrasi penghitungan
Satu hal yang perlu diingat dalam penghitungan pajak penghasilan adalah penghasilan kena pajak yang memerlukan proses penghitungan cukup bertahap. Sebagai contoh, seorang freelancer memiliki penghasilan sebulan Rp10 juta dan penghasilan bruto setahun mencapai Rp120 juta.
Untuk mendapatkan angka penghasilan kena pajak, pertama yang harus dilakukan adalah menghitung Norma Penghitungan Penghasilan netto (NPPN). Rumusnya, penghasilan bruto sethaun x 50 persen. Dengan demikian, maka penghasilan netto freelancer tadi adalah: Rp120 juta x 50 persen = Rp60 juta.
Selanjutnya, penghasilan netto tersebut harus dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang bisa berubah-ubah sesuai ketetapan Menteri Keuangan. Saat ini, PTKP bagi wajib pajak yang belum menikan adalah sebesar Rp54 juta. Dengan demikian, Pendapatan kena Pajak = Penghasilan netto – PTKP. Maka, Pendapatan kena Pajak freelancer tersebut: Rp60 juta – Rp54 juta = Rp6 juta.
Tahap terakhir, adalah menghitung pajak penghasilan yang harus dibayarkan. Sesuai Pph21, penghitungannya adalah tarif progresif x Penghasilan kena Pajak. Maka, berdasarkan hasil hitung freelancer tadi, ia masuk dalam kategori penghasilan kena pajak di bawah Rp50 juta per tahun, maka pajak progresifnya adalah 5 persen.
Pajak penghasilan: tarif pajak progresif x Penghasilan kena pajak
Pajak penghasilan: 5% x Rp6 juta = Rp300.000
Dengan begitu, pajak penghasilan yang harus dibayarkan oleh freelancer tersebut pada tahun tertentu adalah Rp300.000.
Demikianlah sekilas tentang cara menghitung pajak penghasilan freelancer. Semoga artikel ini bermanfaat dan mampu meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat dalam membayar pajak.