Jakarta, FORTUNE – Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan bahwa pertukaran kurs (Currency Swap) bisa menjaga ketahanan Manufaktur pada saat nilai mata uang Rupiah melemah.
Dia mengatakan bahwa kerja sama pertukaran kurs ini bisa dilakukan dengan negara yang menjadi mitra pemasok utama bahan baku dan bahan penolong industri.
"Misalnya Cina. Kita bisa lakukan kerja sama mata uang, di mana ada swap currency yang dimungkinkan antara yuan Cina dan rupiah," katanya di kantor Kemenperin, Selasa (16/4).
Pada awal perdagangan Selasa (16/4), rupiah mengalami penurunan akibat ketegangan Iran-Israel, ditambah lagi adanya potensi penundaan pemotongan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS).
Rupiah turun 240 poin atau 1,51 persen menjadi Rp16.088 per dolar AS dari penutupan perdagangan (5/4) yang mencapai Rp15.848 per dolar AS.
Potensi lonjakan harga
Pelemahan nilai rupiah atau peningkatan tensi konflik Timur Tengah, kata Agus, bisa berdampak pada pasar industri di Tanah Air. Pasar ekspor menurutnya akan tertekan karena perang dan harga-harga berpotensi melonjak.
“Pasti tidak sehat. Sesuatu hal yang harus kita mitigasi. Jadi, kalau bisa dipercepat kerja sama currency antara rupiah dengan negara-negara pemasok bahan baku atau penolong, sehingga tidak perlu harus di intervensi melalui dolar Amerika itu akan lebih baik,” ujar Agus.
Pembatasan impor
Lebih lanjut, Agus juga membahas tentang pembatasan impor pada sektor industri yang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan industri nasional.
“Khususnya dari kebutuhan bahan baku dan penolong. Kalau itu sudah ada, sudah diproduksi di Indonesia, maka importasinya harus dibatasi,” katanya.
Hal ini, menurutnya, juga bisa berdampak ke investasi, di mana skema pohon industri bahan baku dan penolong bisa segera terisi dan dapat diproduksi di dalam negeri.
“Itu jadi peluang,” ujar Agus.
Sebagai contoh, Peraturan Menperin No.6/2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Produk Elektronik, menjadi sebuah upaya nyata untuk mewujudkan kepastian industri bagi para investor.
Sedangkan untuk Electronic Manufacturing Service (EMS) atau Original Equipment Manufacturer (OEM), bisa jadi peluang kerja sama dengan pemegang merek internasional yang belum punya lini produksi di dalam negeri.