Gelombang Panas Sedang Melanda Asia, Apa Indonesia Termasuk?

Gelombang panas ada di garis lintang menengah dan tinggi.

Gelombang Panas Sedang Melanda Asia, Apa Indonesia Termasuk?
Ilustrasi heatwave. (Pixabay/garten-gg)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Fenomena gelombang panas atau heatwave tengah melanda sejumlah negara di Asia. Bahkan, negara-negara seperti India, Bangladesh, Thailand, dan beberapa lainnya, melaporkan suhu panas bisa mencapai lebih dari 40 derajat Celcius.

Mengutip laman resmi Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gelombang panas adalah periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO) disertai oleh kelembapan udara yang tinggi.

BMKG mencatat bahwa per Selasa (25/4), suhu panas bulan April di wilayah Asia secara klimatologis dipengaruhi oleh gerak semua matahari. Namun lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indocina, dan Asia Timur pada 2023 termasuk yang paling signifikan lonjakannya.

Terjadinya gelombang panas

Ilustrasi pemanasan global yang ekstrim. (Pixabay/TheDigitalArtist)

Menurut BMKG, gelombang panas bisa terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan. Selain itu, juga terjadi pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.

"Gelombang panas biasanya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area dengan luasan yang besar secara persisten dalam beberapa hari, yang berkaitan dengan aktivitas gelombang Rossby di troposfer bagian atas," ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan di situs web, Selasa (25/4).

Dalam tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan, sehingga termampatkan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.

Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalir masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area karena umpan balik positif antara daratan dan atmosfer, maka semakin meningkat panas di area tersebut. Kemudian, awan pun semakin sulit tumbuh di wilayah itu.

Untuk bisa dikategorikan dilanda gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas dari rerata klimatologis suhu maksimum. Bila suhu maksimum hanya terjadi dalam rentang reratanya dan tak lama, maka tidak bisa dikategorikan sebagai gelombang panas.

Indonesia tak alami gelombang panas

Ilustrasi Badai Matahari.(ShutterStock/Lia Koltyrina)

Dengan penjelasan di atas, BMKG menyimpulkan bahwa Indonesia saat ini tak masuk ke dalam kategori negara yang dilanda fenomena gelombang panas. Dalam rilis resminya, BMKG menyebutkan sejumlah alasan yang menjelaskan kenapa Indonesia tak alami gelombang panas.

Bila dilihat dari karakteristik fenomenanya, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

Sementara, dari indikator statistik suhu kejadian, lonjakan tertinggi suhu yang mencapai 37,2 derajat Celcius di Ciputat, hanya terjadi satu hari. Pada saat ini, suhu tadi sudah terlewati dan berada dalam kisara 34-36 derajat Celcius. Angka ini masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, gelombang panas biasanya tak terjadi di khatulistiwa atau wilayah kepulauan, seperti halnya Indonesia.

BMKG menilai, Indonesia tengah memasuki musim kemarau dengan dominasi angin monsoon Australia yang kering dan kurang lembab. Cuaca yang cenderung cerah dan kurang tabir awan bisa menyebabkan intensitas radiasi matahari optimal diterima permukaan bumi, sehingga terjadi kepanasan.

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

WTO Buktikan Uni Eropa Diskriminasi Minyak Sawit Indonesia
Daftar 10 Saham Blue Chip 2025 Terbaru
Selain Bukalapak, Ini 7 e-Commerce yang Tutup di Indonesia
Israel Serang Gaza Usai Sepakat Gencatan Senjata, 101 Warga Tewas
Suspensi Saham RATU Resmi Dicabut, Jadi Top Gainers
Mengapa Nilai Tukar Rupiah Bisa Naik dan Turun? Ini Penyebabnya