Jakarta, FORTUNE – Indonesia menetapkan Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) untuk meningkatkan Target pengurangan Emisi Karbon, dari 29 persen atau 835 juta ton CO2 menjadi 32 persen atau 912 juta ton CO2 pada 2030.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengatakan bahwa penetapan target baru ini adalah bagian dari pencapaian Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.
“Meski banyak tantangan di masa depan, kami sadar adanya hambatan pada teknologi, rantai pasokan, infrastruktur, pendanaan, dan insentif. Namun, transisi energi yang berkeadilan tetap menjadi prioritas utama kami,” ujar Arifin seperti dikutip di laman resmi Kementerian ESDM, kamis (7/12).
Arifin juga mengungkapkan, khusus sektor energi, Indonesia meningkatkan target pengurangan emisi jadi 358 juta CO2 pada 2030. “Dengan mengembangkan energi terbarukan, efisiensi energi, bahan bakar rendah karbon, dan teknologi batubara bersih,” katanya.
Listrik dari energi terbarukan
Untuk mencapai target NZE pada 2060, pemerintah berencana menghasilkan listrik hingga 708 Gigawatt (GW), di mana 96 persen sumbernya berasal dari energi baru terbarukan (EBT) dan empat persen lainnya dari tenaga nuklir.
Rencana ini diperkirakan akan memakan biaya hingga US$1,11 triliun atau sekitar Rp17.217,16 triliun (kurs Rp15.539,08 per dolar AS), dengan investasi per tahun mencapai US$28,5 miliar atau Rp442,86 triliun hingga 2060.
Sementara Indonesia, kata Arifin, memiliki potensi energi terbarukan yang yang sangat besar, yakni 3.687 GW. Dari total tersebut, potensi energi surya menjadi yang terbesar mencapai 3.294 GW.
“Kami mencapai tonggak sejarah baru dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata dengan kapasitas 145 Megawatt, terbesar di kawasan Asia Tenggara,” katanya seperti yang disampaikan di hadapan forum Energy Transition Council (ETC) COP28.
Proyek Cirata adalah salah satu contoh komitmen pemerintah menghasilkan listrik terbarukan, baik dari pembangkil listrik tenaga air (PLTA), maupun PLTS, dalam satu lahan. Proyek ini akan menghasilkan listrik secara mandiri dan memenuhi peningkatan permintaan energi terbarukan di sistem kelistrikan Pulau Jawa.
Upaya wujudkan komitmen
Pemerintah menargetkan mencapai NZE melalui strategi ganda yang mencakup pengembangan dari sisi suplai, sesuai yang diuraikan pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, dan sisi demand, termasuk adopsi kendaraan listrik, kompor induksi, mandatori B40, dan peningkatan praktik manajemen energi di berbagai sektor.
Seejalan dengan regulasi terkait Konservasi Energi terbaru, kewajiban pengelolaan energi diperluas untuk pengguna energi tahunan, dengan batasan khusus yang ditetapkan untuk sektor industri sebesar 4.000 (Ton Oil Equivalent/TOE), transportasi sebesar 4.000 TOE, dan untuk sektor komersial 500 TOE.
“Untuk lebih memperkuat komitmen kami terhadap efisiensi energi, kami (juga) telah menerapkan kebijakan Standar Kinerja Energi Minimum dan Label Energi untuk enam peralatan utama: AC, lemari es, kipas angin, lampu LED, penanak nasi, dan etalase berpendingin,” kata Arifin.