Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima delegasi kongres Amerika Serikat (AS) pada Rabu (3/5). Salah satu poin penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut fasilitas GSP (generalized system of preferences), yang diharapkan Jokowi bis kembali diberikan kepada Indonesia. Apa itu GSP dan manfaatnya bagi Indonesia?
Dalam sistem ekonomi terbuka, perdagangan luar negeri berperan penting dalam peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara seperti AS. Hal ini bisa terbentuk dari kegiatan ekspor impor yang dilakukan dengan mitra dagang, salah satunya Indonesia.
Agar bisa bersaing di pasar internasional, kegiatan ekspor dan impor harus bisa lebih efisien. Saat biaya produksi dan biaya kirim memiliki besaran yang sama antarnegara, maka faktor bea masuk menjadi penentu, dari negara mana preferensi produk akan dikonsumsi oleh negara importir seperti AS. Maka dari itu, kebijakan seperti GSP pun diterapkan.
Apa itu GSP?
Melansir United States GSP Guidebook yang dirilis US Trade Representative (USTR), GSP merupakan program yang dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Hal ini dilakukan dengan menyediakan fasilitas bebas bea istimewa untuk sekitar 3.500 produk dari berbagai produk negara berkembang penerima fasilitas yang ditunjuk (beneficiary developing countries/BDCs), termasuk banyak negara berkembang penerima yang paling tidak berkembang.
Program ini pertama kali disahkan oleh Undang-Undang Perdagangan AS pada 1974 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1976. Indonesia pertama kali mendapatkan fasilitas GSP dari AS pada 1980. Namun, Indonesia pernah juga dicoret dari daftar BDCs pada awal 2020, namun kembali diperpanjang pada akhir 2020.
Adapun barang-barang yang memenuhi syarat untuk mendapatkan GSP diidentifikasi dalam Harmonized Tariff Schedule of the United States (HTSUS), yang diterbitkan oleh U.S. International Trade Commission (USITC). Data ini memuat sejumlah informasi mulai dari tarif, basis data statistic impor, termasuk informasi kelayakan produk dan program preferensi AS lainnya.
Manfaat
Laman resmi USTR menuliskan sejumlah manfaat dari program GSP sebagai berikut:
- Mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di negara berkembang
Melalui GSP, pemerintah AS turut mempromosikan pembangunan berkelanjutan di negara-negara penerima dengan membantu negara-negara ini untuk meningkatkan dan mendiversifikasi perdagangan mereka dengan negara adidaya tersebut.
Program GSP memberikan manfaat tambahan untuk produk dari negara kurang berkembang, tentunya dengan berbagai penyesuaian berdasarkan daftar produk yang memenuhi syarat untuk perlakuan bebas bea saat diimpor dari penerima GSP. - Mendukung pekerjaan AS dan membantu perusahaan Amerika tetap kompetitif
Memindahkan impor GSP dari dermaga ke konsumen, petani, dan produsen AS mendukung puluhan ribu pekerjaan di AS. Selain itu, GSP juga meningkatkan daya saing Amerika dengan mengurangi biaya input impor yang digunakan oleh perusahaan AS untuk memproduksi barang di Amerika Serikat. Tak hanya bagi negara mitra, program ini sangat penting bagi bisnis kecil AS, banyak di antaranya bergantung pada penghematan bea program agar tetap kompetitif. - Mempromosikan nilai-nilai Amerika
Program GSP juga mendukung kemajuan negara penerima manfaat dalam memberikan hak pekerja kepada rakyatnya, dalam menegakkan hak kekayaan intelektual, dan dalam mendukung supremasi hukum. Sebagai bagian dari Tinjauan Tahunan GSP, USTR melakukan tinjauan mendalam terhadap praktik negara penerima sebagai tanggapan atas petisi dari pihak yang berkepentingan.
Manfaat GSP bagi Indonesia
Melansir situs Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, fasilitas GSP dapat membantu Indonesia meningkatkan kinerja ekspor ke AS, di tengah pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Presiden Jokowi dalam berbagai pertemuan dengan delegasi dari AS, selalu menekankan harapannya agar Indonesia bisa terus menerima fasilitas GSP dari AS.
Apalagi, saat ini dengan hilirisasi yang terus digenjot, pemerintah Indonesia berpeluang untuk ikut andil dalam sistem rantai pasok AS maupun dunia, khususnya terkait produksi baterai berbagai kendaraan listrik.