Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengtakan Indonesia memiliki sumber produksi beras yang melimpah, sehingga harga beras di pasar domestik tetap terjaga, meskipun gejolak rantai pasok pangan sedang terjadi akibat konflik Rusia-Ukraina.
Jokowi menyatakan, masyarakat harus bersyukur karena harga pangan utama, khususnya beras, tidak mengalami kenaikan. “Untungnya, kita ini, Alhamdulilah, rakyat kita utamanya petani masih berproduksi beras, dan sampai saat ini harganya belum naik, semoga tidak naik, karena stoknya selalu ada dan sudah tiga tahun kita tidak impor beras lagi,” ujarnya dalam Peringatan Hari Keluarga Nasional, di Medan, Kamis (7/7).
Dengan stok beras yang melimpah, impor pun tidak diperlukan, justru jika memungkinkan Indonesia bisa mengekspor. “Biasanya kita impor 1,5 juta ton, 2 ton. Ini sudah tidak impor lagi,” katanya.
Hal inipun harus disyukuri, lantaran beberapa negara sudah mengalami kekurangan pangan dan kelaparan karena terlambatnya pasokan pangan akibat perang Rusia-Ukraina, yang mengakibatkan harga-harga pangan naik. “Seluruh dunia naik. Ada yang naiknya sudah 30 persen, ada yang naiknya sudah 50 persen,” ujarnya.
Harga gandum naik, waspadai kenaikan harga mi dan roti
Namun demikian, Jokowi juga mengingatkan masyarakat untuk tetap berhati-hati pada jenis komoditas gandum. Apalagi, Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor gandum dalam jumlah besar mencapai sekitar 11 juta ton per tahun.
“Ini hati-hati yang suka makan roti, yang suka makan mie, bisa harganya naik. Karena apa? Ada perang di Ukraina. Kenapa perang di Ukraina mempengaruhi harga gandum? Karena produksi gandum 30-40 persen berada di negara itu. Rusia, Ukraina, Belarusia, semua ada di situ,” ucap Presiden.
Menurutnya, banyak negara bergantung pada impor gandum dari Rusia dan Ukraina. “Sekarang ini sudah mulai, karena barang itu tidak bisa keluar dari Ukraina, enggak bisa keluar dari Rusia, di Afrika dan beberapa negara di Asia sudah mulai yang namanya kekurangan pangan akut, sudah mulai yang namanya kelaparan,” tutur Presiden Jokowi.
Perbandingan konsumsi beras dan gandum
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pergerakan harga rerata beras dan gabah pada Juni 2022 melandai dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, melihat rerata konsumsi beras secara lima tahunan dari Kementerian Pertanian, terlihat Indonesia mengalami penurunan konsumsi beras yang cukup signifikan.
Pada 1996-2000, konsumsi beras tahunan rata-ratanya mencapai 105,82 kg/kapita, pada 2001-2005 turun jadi 96,74 kg/kapita, 2006-2010 turun lagi hingga 90,42 kg/kapita, 2011-2015 rata-rata tahunannya 84,80 kg/kapita, dan 2016-2020 menyentuh 79,68 kg/kapita. Jadi, dari data tersebut terlihat pelandaian harga juga disebabkan oleh konsumsi beras yang semakin turun dari tahun ke tahun.
Sementara, konsumsi terigu yang berbahan dasar biji gandum, pola konsumsinya justru terus meningkat dalam periode yang sama. Pada 1996-2000, konsumsi terigu tahunan rata-ratanya hanya 7,95 kg/kapita.
Kemudian pada 2001-2005 naik jadi 10,68 kg/kapita, 2006-2010 meningkat ke 12,96 kg/kapita, 2011-2015 rata-rata tahunannya 19,42 kg/kapita, dan 2016-2020 menyentuh angka 33,40 kg/kapita.
Tren ini memperlihatkan adanya kenaikan, padahal melihat situasi sekarang, gandum adalah komoditas impor Indonesia yang harus diwaspadai kenaikan harganya.