Jakarta, FORTUNE – Rakyat negara berkembang terancam mengalami kelaparan dan kemiskinan ekstrim. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada negara G7 dan G20 bersama-sama mengatasi dampak krisis pangan.
Presiden menegaskan bahwa pangan adalah hak asasi manusia yang paling dasar dalam kehidupan manusia. Nemun, nyatanya krisis pangan terjadi dan mengancam kehidupan.
“(Sebanyak) 323 juta orang di tahun 2022 ini, menurut World Food Programme, terancam menghadapi kerawanan pangan akut. Negara G7 dan G20 memiliki tanggung jawab besar untuk atasi krisis pangan ini. Mari kita tunaikan tanggung jawab kita, sekarang, dan mulai saat ini,” ujarnya dalam KTT G7 di Jerman, Senin (27/6) waktu setempat.
Untuk itu, dia mendorong dilakukan berbagai upaya dari seluruh pihak, khususnya negara-negara G7 dan G20 dalam memberikan solusi konkret. “Produksi pangan harus ditingkatkan. Rantai pasok pangan dan pupuk global, harus kembali normal,” katanya.
Pentingnya dukungan pada reintegrasi impor
Jokowi mengatakan, dukungan negara-negara G7 sangat penting dalam reintegrasi ekspor gandum Ukraina dan ekspor komoditas pangan serta pupuk Rusia, sangat berpengaruh pada ketahanan rantai pasok global. Untuk itu, dirinya menyampaikan dua hal yang bisa dilakukan untuk mewujudkan hal ini.
Pertama,memfasilitasi ekspor gandung Ukraina dan memastikannya dapat segera berjalan. Kedua, proaktif mengomunikasikan kepada dunia, bahwa komoditas pangan dan pupuk rusia tidak terkena sanksi.
“Komunikasi intensif ini perlu sekali dilakukan sehingga tidak terjadi keraguan yang berkepanjangan di publik internasional. Komunikasi intensif ini juga perlu dipertebal dengan komunikasi ke pihak-pihak terkait seperti bank, asuransi, perkapalan dan lainnya,” kata Jokowi.
Rantai pasok pangan dan pupuk
Jokowi menyoroti dampak perang Rusia-Ukraina pada rantai pasok pangan dan pupuk. Bila tidak segera diantisipasi, hal ini bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi.
“Khusus untuk pupuk, jika kita gagal menanganinya, maka krisis beras yang menyangkut dua milyar manusia, terutama di negara berkembang, dapat terjadi,” ucap Presiden Jokowi.