Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menawarkan konsep resiliensi bencana yang berkelanjutan sebagai solusi untuk menjawab tantangan risiko sistemik dalam menghadapi semua bentuk bencana, termasuk pandemi dan mendukung pembangunan berkelanjutan.
Presiden mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana, baik yang berskala kecil hingga bencana dengan dampak besar seperti kebakaran hutan, pandemi Covid-19, sampai pemanasan global.
“Dengan tantangan kebencanaan yang berat dan bisa terjadi setiap saat, masyarakat dan pemerintah Indonesia harus siaga dan sigap menghadapi bencana, membangun sistem peringatan dini multibencana, serta perwujudan masyarakat yang sadar dan tangguh akan bencana,” ujar Presiden saat membuka The 7th Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022, di Bali, Rabu (25/5).
Menurut Presiden Jokowi, daya tahan dan kesiapsiagaan terhadap bencana sangat menentukan angka kerugian yang harus ditanggung akibat bencana. Semakin tidak siap, semakin besar kerugiannya. Oleh karena itu, pengurangan risiko bencana adalah investasi efektif untuk mencegah kerugian di masa depan.
Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan dalam memitigasi bencana yang pernah dihadapi, berikut ini adalah beberapa konsep resiliensi bencana yang ditawarkan Indonesia dalam GPDRR 2022.
1. Penguatan budaya dan kelembagaan siaga bencana
Konsep pertama yang ditawarkan, kata Jokowi, adalah penguatan budaya dan kelembagaan siaga bencana yang antisipatif, responsif, dan adaptif menghadapi bencana.
“Pendidikan aman bencana serta kelembagaan pemerintahan dan sosial yang sinergis dan tanggap terhadap bencana, harus menjadi prioritas kita bersama,” katanya.
2. Pentingnya akses pendanaan
Pada poin kedua, Jokowi beranggapan bahwa akses pendanaan adalah isu penting yang harus ditangani serius. “Setiap negara harus berinvestasi dalam sains, teknologi, dan inovasi, termasuk dalam menjamin akses pendanaan dan transfer teknologi,” ujarnya.
Indonesia telah menyusun strategi pendanaan dan asuransi bencana dengan membentuk Dana Bersama (Pooling Fund). Pada tingkat desa, penggunaan dana ini disalurkan melalui program Dana Desa, utamanya untuk mendukung mitigasi dan kesiapsiagaan bencana.
3. Pembangunan infrastruktur tangguh
Ketiga, Jokowi berbagi tentang pembangunan infrastruktur yang tangguh bencana dan tangguh terhadap perubahan iklim. Menurutnya, mitigasi infrastruktur fisik–seperti dam, waduk, atau tanggul–tidak cukup.
“Infrastruktur hijau seperti hutan mangrove, cemara udang di pantai, dan vetiver untuk anti longsor, serta pembangunan ruang terbuka hijau harus menjadi bagian dari prioritas pembangunan infrastruktur. Perlindungan kepada masyarakat kelompok rentan yang bertempat tinggal di wilayah berisiko tinggi harus mendapatkan perhatian serius,” kata Jokowi.
4. Komitmen implementasi berbagai kesepakatan
Konsep keempat yang ditawarkan Indonesia berdasarkan pengalaman, adalah komitmen untuk mengimplementasikan kesepakatan global di tingkat nasional sampai tingkat lokal.
“Kerangka Kerja Sendai, Kesepakatan Paris dan SDGs merupakan persetujuan internasional yang penting dalam upaya pengurangan risiko bencana dan perubahan iklim. Saya mengajak seluruh negara untuk berkomitmen dan bersungguh-sungguh untuk mengimplementasikannya,” ujar Jokowi.