Jakarta, FORTUNE – Perdana Menteri (PM) Inggris, Liz Truss, mengundurkan diri dari jabatannya, meski baru menjabat selama 45 hari. Hal ini disebabkan karena kehilangan kepercayaan Partai Konservatif sebagai pendukung perihal kebijakan ekonomi Truss yang dinilai banyak menimbulkan banyak kekacauan.
Truss mengumumkan pengungunduran dirnyai sebagai Parti Konservatif pada Kamis waktu setempat. “Saya mengakui, mengingat situasinya, saya tidak dapat menyampaikan mandat di mana saya dipilih oleh Partai Konservatif,” ujarnya dalam pernyataan resmi seperti dikutip dari Reuters, Jumat (21/10).
Namun, dia masih tetap menjabat hingga penggantinya terpilih. Inggris bakal melangsungkan pemilihan PM pada pekan depan. “Ini akan memastikan bahwa kami tetap berada di jalur untuk mewujudkan rencana fiskal kami dan menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan nasional negara kami,” katanya.
Dengan demikian kejadian ini, Liz Truss tercatat dalam sejarah PM Inggris dengan masa jabatan tersingkat, mengalahkan rekor sebelumnya yang dipegang George Canning dengan masa jabatan sebagai PM selama 119 hari pada 1827 dan terhenti karena meninggal dunia.
Kontroversi kebijakan
Pengunduran diri Truss dipicu oleh kondisi perekonomian Inggris yang semakin memburuk dan manuver dalam membiayai stimulus di tengah kenaikan harga energi. Dalam rencana tersebut, stimulus diambil dari penambahan utang negara. Namun, hal tersebut bertentangan dengan kebijakan kenaikan suku bunga bank sentral. Kekacauan pun terjadi di pasar obligasi hingga Poundsterling jatuh ke titik terendah.
Akibatnya, Truss terpaksa mengganti Menteri Keuangan, Kwasi Kwarteng–dan sekutu politik terdekatnya–dengan Jeremy Hunt, yang akhirnya mengumumkan pemerintah membatalkan proposal pajak yang diajukan Truss.
Kejatuhan pemerintahan Truss semakin parah, ketika dirinya terus didesak oposisi untuk memecat Menteri Dalam Negeri, Suella Braverman, akibat pelanggaran keamanan. Braverman mengaku telah mengirimkan dokumen resmi pemerintah ke seorang anggota parlemen melalui email pribadinya.
Perekonomian makin parah
Kejadian tidak biasa di pemerintahan Inggris ini pun semakin berdampak pada perekonomian negara tersebut. Poundsterling merosot 0,21 persen ke level US$1,1215, setelah reli singkat ke level tertinggi US$1,1338 di sesi sebelumnya.
"Saya pikir itu adalah reaksi spontan terhadap setidaknya pelonggaran sementara ketidakpastian politik Inggris ... Saya pikir pasar untuk saat ini cukup senang dengan berita itu," kata Carol Kong, ahli strategi mata uang di Commonwealth bank of Australia (CBA) seperti ditulis Reuters.
Sementara, Euro turun 0,15 persen menjadi US$0,97725, setelah mengikuti pergerakan Poundsterling ke level tertinggi sebelumnya, di angka US$0,98455. Kemudian, Yen terakhir dibeli 150,20 per dolar, setelah mencapai level terendah baru 32 tahun sebelumnya di angka 150,29. Mata uang ini telah kehilangan hampir 1 persen minggu ini, dan berada di jalur untuk kerugian mingguan ke-10 berturut-turut.
Hak atas tunjangan
Meski Liz Truss mengundurkan diri dari jabatannya, namun ia berhak atas tunjangan US$129.000 per tahun yang akan diterimanya seumur hidup. Tentu saja biaya ini berasal dari pajak masyarakat, mengutip laporan New York Times.
Hal ini pun menuai cemooh dari beberapa lawan politik Truss, yang meminta agar pembayarannya ditolak setelah kebijakan yang ia buat berpengaruh signifikan terhadap gejolak politik dan ekonomi Inggris.
"Tidak mungkin dia diizinkan untuk mengakses dana sebesar £115.000–atau US$129.000–setahun yang sama seperti pendahulunya baru-baru ini, yang semuanya menjabat selama lebih dari dua tahun," kata Christine Jardine, juru bicara Kantor Kabinet Liberal. Demokrat.
Jardine menambahkan, jika tunjangan seumur hidup tersebut tetap dibayarkan, maka masyarakat Inggris akan semakin terluka, mengingat apa yang dilakukan Truss berkaitan dengan pajak. Hal ini akan meninggalkan rasa pahit bagi masyarakat yang bersusah payah berjuang untuk bisa membayar pajak.