Jakarta, FORTUNE – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengungkapkan pilot plan penggunaan Hidrogen rendah karbon sebagai energi ramah lingkungan di bidang Transportasi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, mengatakan energi hidrogen memiliki peran penting dan mempu menjawab free carbon fuel, demi mencapai target net zero emission. “Hingga 2030, kami melihat bahwa akan ada waktu melakukan pilot plan untuk digunakan di truk, bus, atau angkutan berat lainnya,” ujarnya pada Kamis (2/5).
Berdasarkan Strategi Hidrogen Nasional dari Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan telah melakukan pemetaan potensi kebutuhan hidrogen rendah karbon untuk sektor transportasi hingga tahun 2060. Apalagi, hidrogen kini sudah masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET), bersama sumber lain, seperti nuklir maupun amonia.
Ia mengatakan, pada moda transportasi bus, sebagian unit akan beralih ke hidrogen pada 2040, dengan permintaan awal sebesar 6 GWh (Gigawatt hour) atau setara 0,21 juta ton hidrogen. Hal ini akan terus meningkat hingga 20 persen bus menggunakan hidrogen, dengan konsumsi mencapai 1,18 kilo ton pada tahun 2060.
Sedangkan, pada kendaraan angkutan berat, permintaan hidrogen diperkirakan akan mencapai 161 GWh (4,88 kilo ton hidrogen) pada 2040 dan akan meningkat jadi 930,6GWh (28,2 kilo ton hidrogen) di 2060. Sedangkan di transportasi kereta api, PT KAI berencana mengganti lokomotif dengan kereta rel listrik yang dikombinasikan dengan bahan bakar hidrogen dan/atau baterai.
Peluang
Hidrogen memiliki peluang yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai sumber energi baru di Indonesia. Selain tidak menghasilkan emisi, bahan baku hidrogen juga berlimpah di Indonesia–seperti air, biomassa, dan gas alam. Selain itu, hidrogen dapat disimpan dengan mudah, baik dalam bentuk gas cair atau terkompresi, sehingga mudah diangkut dan digunakan.
Dengan berbagai peluang ini, Eniya juga mengungkapkan bahwa produk hidrogen makin menguntungkan karena bisa dikirim, diekspor atau dijual kembali untuk digunakan oleh industri, kimia, pupuk dan sebagainya.
“Jaringan listrik kita masih terpisah-pisah, ini sebetulnya peluang untuk hidrogen bisa bergerak, karena jaringan listrik kita sekarang grid-nya sedang diskenariokan,” kata Eniya. “Kemudian wilayah yang belum masuk grid di mana? Wilayah di sekitar Indonesia Timur, itulah upaya yang bisa dilakukan sebagai upaya economic feasible untuk hidrogen.”