Jakarta, FORTUNE – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan salah satu penyebab Tiket Pesawat yang masih dirasa mahal adalah tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) Avtur.
Ketua KPPU, Fanshurullah Asa, mengatakan pada periode Desember 2023, harga avtur di bandara Indonesia bisa 22-43 persen lebih mahal dibandingkan harga di bandara luar negeri. “Karena komponen biaya bahan bakar mencapai 38-45 persen dari harga tiket pesawat,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (6/2).
Menurutnya, hal ini berpengaruh langsung pada tingginya harga tiket pesawat terbang di Indonesia. Berdasarkan kajian, harga tiket pesawat per kilometer di Indonesia bahkan masih lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lain, seperti Thailand, Malaysia, maupun Vietnam.
Monopoli
Berdasarkan Jurnal Persaingan Usaha, KPPU menyebut penjualan avtur di Indonesia cenderung monopolistik, karena hanya disediakan oleh Pertamina.
Namun, hal ini tidak bisa dikategorikan sebagai persaingan usaha yang tidak sehat, karena praktik penjualan avtur oleh Pertamina dilindungi oleh Peraturan BPH Migas No.13/2008, khususnya pasal 3 ayat 3 yang mewajibkan badan usaha penyedia avtur penerbangan untuk mengutamakan produksi kilang dalam negeri.
“KPPU berharap dengan adaptasi open access dan sistem multi provider, persaingan di pasar BBM penerbangan lebih terbuka dan efisien sehingga mampu berkontribusi pada turunnya harga tiket penerbangan,” kata Fanshurullah.
Keberadaaan multi provider ditujukan untuk menciptakan persaingan dalam pengadaan dan pendistribusian, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan menurunkan harga BBM Penerbangan.
Diketahui, per Agustus 2023, Pertamina menjual avtur termurah dengan harga mencapai US$0,87 per liter di Bandara Soekarno-Hatta, Banten. Sementara, harga avtur tertinggi dijual di Bandara Karel Sadsuitubun, Maluku Tenggara.
Rekomendasi
Untuk itu, KPPU sudah mengirimkan rekomendasi kepada Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves), Luhut Binsar Pandjaitan dengan dua poin utama.
Pertama, mendorong implementasi open access pada pasar penyediaan dan/atau pendistribusian avtur penerbangan, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Migas dan peraturan pelaksanaannya.
Kedua, KPPU juga mendorong implementasi sistem multi provider avtur penerbangan untuk setiap kelompok kegiatan di bandar udara dengan memperhatikan beberapa kondisi antara lain kesiapan infrastruktur, dan peluang pelaksanaan lelang atau pemilihan atas rekanan.
Dengan demikian, KPPU mendorong adanya revisi Peraturan BPH Migas No.13/2008, serta pembuatan regulasi teknis oleh BPH Migas terhadap pemanfaatan fasilitas pengangkutan dan penyimpanan bahan bakar yang sejalan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.
“KPPU akan terus mengawasi pasar tersebut sesuai kewenangan penegakan hukumnya dari potensi pelanggaran persaingan usaha oleh para operator,” katanya.
Siap berkompetisi
Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, mengatakan Pertamina siap untuk berkompetisi dengan badan usaha lain yang ingin menjalankan bisnis BBM penerbangan di Indonesia. “Jika nantinya ada badan usaha lain masuk, tentu kita siap karena sekarang memang era kompetisi,” katanya menanggapi temuan KPPU.
Menurutnya, regulasi yang mengatur bisnis avtur sendiri sudah terbuka untuk badan usaha lainnya. Namun, kemungkinan memang baru Pertamina saja yang saat ini siap untuk melakukan bisnis ini di Indonesia, sehingga Pertamina akan berupa untuk selalu siap menyediakan avtur bagi industri penerbangan dan masyarakat.