Jakarta, FORTUNE – Istilah ‘generasi sandwich’ ramai dibicarakan beberapa waktu terakhir. Istilah ini kerap melekat pada kaum milenial dan gen z yang digambarkan dengan ‘tekanan’ tanggung jawab dari sejumlah peran yang dijalani dalam hidup. Namun, apa sebenarnya makna dari istilah generasi sandwich?
Melansir pewresearch, istilah generasi sandwich merujuk pada mereka yang memiliki tanggung jawab terhadap orang tua berusia 65 tahun ke atas bersamaan dengan tanggung jawab membesarkan anak yang masih berusia di bawah 18 tahun.
Dengan demikian, generasi sandwich adalah mereka yang berusia produktif (mayoritas paruh baya antara 40-59 tahun) dan menjalani peran ganda mengurus orang tua–maupun mertua–serta anak mereka. Saat ini tidak dipungkiri, banyak juga kaum milenial (sekitar 25-39 tahun) yang masuk kategori generasi sandwich.
Meski tak ada rentang umur pasti yang menjadi batasan, namun T Broady di tahun 2019 menjelaskan, generasi sandwich diartikan sebagai individu yang membagi sumber daya mereka untuk anak dan orang tuanya yang telah memasuki usia lanjut.
Sejarah awal istilah generasi sandwich
Mengutip artikel di laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), istilah generasi sandwich diperkenalkan pertama kali pada tahun 1981 oleh seorang Profesor sekaligus direktur praktikum University Kentucky, Lexington, Amerika Serikat, Dorothy A. Miller. Ia mendefinisikan Generasi sandwich adalah generasi orang dewasa yang harus menanggung hidup 3 generasi yaitu orang tuanya, diri sendiri, dan anaknya.
Jadi, penekanan generasi sandwich pun semakin jelas pada tanggung jawab yang dimiliki, bukan sekadar rentang umur. Posisi yang berada pada dua generasi, di atas dan di bawah usianya itulah yang menyebabkan golongan ini dikatakan menyerupai sandwich atau roti lapis. Sedangkan, isi utama sandwich berupa daging, mayonnaise, dan saus yang terhimpit oleh roti diibaratkan bagai diri sendiri.
Kategorisasi generasi sandwich
Generasi sandwich, menurut artikel OJK, bisa dialami pria maupun wanita dalam rentang usia 30-40 tahun. Namun ada pula yang menyebutkan batas atas rentang umur tersebut sampai 50 tahun. Berdasarkan rentang usianya, seorang Aging and Elder Care Expert (seniorliving.org), Carol Abaya mengkategorikan generasi sandwich menjadi tiga peran, yakni:
- The Traditional Sandwich Generation
Orang dewasa berusia 40 hingga 50 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua berusia lanjut dan anak-anak yang masih membutuhkan finansial. - The Club Sandwich Generation
Orang dewasa berusia 30 hingga 60 tahun yang dihimpit oleh beban orang tua, anak, cucu (jika sudah punya), dan atau nenek kakek (jika masih hidup). - The Open Faced Sandwich Generation
Siapapun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, namun bukan merupakan pekerjaan profesionalnya (seperti pengurus panti jompo) termasuk ke dalam kategori ini.
Dampak yang dihadapi generasi sandwich
Posisi generasi sandwich untuk menjaga generasi di bawah sekaligus di atasnya menimbulkan sejumlah konsekuensi, salah satunya adalah tanggungan biaya yang relatif lebih banyak dibandingkan mereka yang tidak masuk kategorisasi generasi sandwich. Selain itu, waktu luang generasi sandwich pun cenderung lebih sedikit dibandingkan mereka yang tidak tergolong di dalamnya.
Peneliti asal Eropa, Solberg dan sejumlah rekannya, menyepakati bahwa status sebagai generasi sandwich juga memberikan dampak negatif terhadap kondisi pernikahan, kesehatan, menimbulkan stres, kecemasan, dan kesedihan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Hopps pada 2017 di Amerika Serikat yang menemukan bahwa kelompok individu yang memiliki tanggung jawab merawat orang tua lebih banyak yang merasa tertekan apabila dibandingkan dengan yang tidak memiliki tanggung jawab serupa.
Selain itu, penelitian yang dilakukan Ahmad dan rekannya di Malaysia pada 2016 menemukan bahwa generasi sandwich berpotensi mengalami konflik saat tanggung jawab keluarga dan tuntutan pekerjaan dilakukan secara bersamaan.