Jakarta, FORTUNE – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan mekanisme perdagangan karbon di Indonesia akan dilakukan secara terbuka, namun tetap harus teregistrasi atau terdaftar.
Hal ini diungkapkan Bahlil usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo. “Semuanya lewat mekanisme tata kelola perdagangan di dalam bursa karbon di Indonesia, yaitu lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) … Registrasinya sekali saja. Sebelum masuk ke bursa karbon diregistrasi dulu oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK),” ujarnya seperti dikutip di laman Setkab, Kamis (4/5).
Langkah ini menurutnya merupakan bagian dari kesigapan pemerintah mengelola investasi hijau karbonisasi. Pemerintah juga sudah menyiapkan mekanisme terkait penataan perizinan bagi wilayah konsesi, seperti hutan lindung dan konservasi, tempat pemerintah melakukan upaya penghijauan.
“Nanti semuanya dikendalikan, akan diatur tata kelolanya oleh pemerintah supaya karbon yang pergi ke luar negeri, bisa dijual, kalau tidak tata kelola dibuat sertifikasi, kita tidak akan pernah tahu berapa yang pergi. Kemudian ini juga menjadi sumber pendapatan negara kita,” kata Bahlil.
Jangan sampai dikapitalisasi negara lain
Menurut Bahlil, Indonesia memiliki potensi besar pasar karbon. Oleh sebab itu, kebijakan pengelolaan perdagangan karbon yang bersifat terbuka harus tetap terkendali melalui mekanisme registrasi agar dapat lebih tertata dan menguntungkan negara. “Harga karbon di Indonesia tidak boleh dijual di pasar yang lain, di luar negeri. Kita ingin semua dijual di bursa Indonesia, dengan harga yang lebih baik,” ujarnya.
Pemerintah pun tak menginginkan potensi penangkapan karbondioksida di Indonesia yang sangat besar justru dikapitalisasi oleh negara tetangga. “Jangan negara tetangga yang tidak mempunyai penghasil karbon, tidak punya tempat CO2, tapi dia membuka bursa karbon itu, kita tidak ingin. Barang, aset milik negara harus dikelola maksimal oleh negara dan harus pendapatan untuk negara,” katanya.
Penggunaan sistem elektronik
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa perdagangan karbon akan menggunakan sistem berbasis elektronik yang memudahkan dalam melakukan penelusuran.
“Perdagangannya kan menggunakan elektronik, electronic trading system, dan berbasis kepada teknologi yang tentunya bisa melakukan traceability terhadap situasi karbon itu berasal dari hutan yang mana, ataupun industri yang mana, ataupun energi yang mana. Sehingga walaupun diperdagangkan berkali-kali, itu asal-usul dan traceability-nya itu tetap ada,” kata Airlangga.
Indonesia menetapkan target nationally determined contribution (NDC) sebesar 29-41 persen pada 2030 serta net zero emmision (NZE) pada 2060. Dalam dokumen NDC disebutkan, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, dan sebesar 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.