Mengenal Duck Syndrome, Gejala, dan Cara Mengatasinya

Bukan sebuah gangguan mental tapi harus diwaspadai.

Mengenal Duck Syndrome, Gejala, dan Cara Mengatasinya
Ilustrasi duck syndrome. (Pixabay/MountainDweller)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kondisi ekonomi yang kian sulit dan tak bisa terprediksi membuat berbagai fenomena sosial dan psikologi bermunculan, salah satunya adalah Duck Syndrome. Apakah yang dimaksud dengan duck syndrome?

Medicinenet.com mendefinisikan duck syndrome sebagai sebuah situasi mental, di mana seseorang seolah terlihat tenang, namun sebenarnya mengalami banyak tekanan dan kepanikan dalam mencapai berbagai tujuan hidupnya. Hal ini dianggap sebagai manifestasi atas berbagai gangguan mental yang dihadapi, seperti depresi, kecemasan, atau tahap awal berbagai gangguan mental lainnya yang berpangkal pada reaksi terhadap stres.

Istilah duck syndrome muncul merupakan analogi bebek yang kerap terlihat tenang ketika berenang di permukaan air, namun sebenarnya mereka mengayuh dengan panik di bawah permukaan, untuk bisa tetap berenang dan tidak tenggelam.

Secara medis, duck syndrome memang belum bisa dikategorikan gangguan mental, namun seseorang yang mengalaminya berisiko untuk mengalami masalah kejiwaan lain, seperti depresi atau kecemasan akut. Perlu dicatat bahwa seseorang yang mengalami sindrom ini masih bisa produktif dan beraktivitas dengan baik, bahkan sama sekali tidak terlihat stres.

Contohnya, sindrom ini biasa terlihat pada mahasiswa yang terlihat tenang, namun bersusah payah untuk bisa mendapatkan nilai baik atau lulus cepat. Sementara, dalam dunia pekerjaan, duck syndrome kerap dihadapi oleh individu yang terlihat bekerja santai, namun sebenarnya banyak target dan tekanan yang ia terapkan pada dirinya, seperti karir mulus, dapat kenaikan gaji, dan mencatatkan prestasi gemilang di kantor.

Gejala

Seseorang yang mengalami duck syndrome memang sulit teridentifikasi, karena tidak menunjukkan gejala atau ciri-ciri signifikan sama sekali. Meski begitu, penderita sindrom ini biasanya sering merasa cemas, gugup, atau tertekan secara mental. Selain itu, meski tak menunjukkan stres tinggi, penderita duck syndrome sering susah tidur, pusing, dan kesulitan berkonsentrasi.

Hal jelas lain yang terlihat melalui sikap dari penderita duck syndrome, adalah kecenderungan mereka untuk membandingkan dirinya dengan orang lain, dan menganggap hidup orang lain lebih baik dari hidupnya. Mereka juga memiliki tendensi untuk menganggap bahwa mereka sedang diamati atau diuji oleh orang lain sehingga harus menunjukkan kemampuannya semaksimal mungkin.

Secara psikologis, duck syndrome biasanya terdeteksi sebagai depresi atau kecemasan. Hal ini berhubungan dengan sejumlah kondisi kesehatan mental lainnya, seperti gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (ADHD), gangguan bipolar, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan gangguan berpikir seperti skizofrenia.

Tips mengatasinya

Mengutip artikel di alodokter.comduck syndrome tidak boleh diabaikan begitu saja, karena dalam skala yang berat, masalah ini akan berpotensi membuat penderitanya mengalami depresi berat, bahkan sampai memiliki ide untuk bunuh diri.

Beberapa hal yang bisa dilakukan, saat Anda mulai menyadari mengalami duck syndrome antara lain, adalah sebagai berikut:

  1. Lakukan konseling dengan konselor di sekolah, kampus, atau tempat kerja.
  2. Kenali kapasitas diri agar dapat bekerja sesuai dengan kemampuan.
  3. Belajar untuk mencintai diri sendiri.
  4. Jalani gaya hidup sehat, yakni dengan mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, serta menghindari rokok dan minuman beralkohol.
  5. Luangkan waktu untuk melakukan me time atau relaksasi guna mengurangi stres.
  6. Ubah pola pikir menjadi lebih positif dan berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
  7. Jauhi media sosial untuk beberapa waktu.

Duck syndrome mungkin banyak terjadi dan tak disadari, namun bukan berarti tidak bisa diatasi. Semoga bermanfaat. 

Related Topics

Duck Syndrome

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Profil Rahmat Shah, Pengusaha Sukses dan Ayah Raline Shah
Berapa Harga 1 Lot Saham BBRI? Ini Rincian dan Kinerjanya
Profil Pemilik Kopi Tuku, Rintis Usaha dari Tugas Kuliah
4 Sosok Konglomerat Pengendali Saham CBDK usai Debut IPO
Layanan Marketplace Bukalapak Tutup, Dampak dari Predatory Pricing
Hashim Djojohadikusumo Beli Induk WIFI, Saham Sentuh ARA