Jakarta, FORTUNE – Event musik mulai banyak diadakan seiring melandainya kasus Covid-19, pembebasan kegiatan, dan dideklarasikannya status endemi di Indonesia. Hal ini juga diikuti munculnya sejumlah istilah baru dalam dunia musik dan menjadi tren di tengah masyarakat, salah satunya adalah skena.
Di media sosial, banyak pegiat musik yang melontarkan istilah skena dan mengaitkannya dengan keberadaan konser musik yang semakin menjamur di masyarakat. Setelah istilah ‘indie’ yang merujuk pada musik independent, anak senja, kini istilah skena semakin sering diucapkan dalam lingkup ekonomi kreatif, terutama musik.
Skena dalam bahasa gaul anak-anak musik adalah singkatan dari tiga kata yakni ‘Sua, cengKErama, kelaNA’. Oleh karena itu, skena bisa diartikan, sebagai perkumpulan kolektif yang bisa menciptakan suasana untuk bercengkerama sampai berkelana bersama saat berkumpul.
Berikut, Fortune Indonesia akan mengulas beberapa hal terkait skena dengan mengutip beberapa sumber.
Definisi
Istilah skena belum ditemukan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), namun bila mengacu pada serapan bahasa inggris, skena adalah terjemahan dari scene. Cambridge Dictionary mendefinisikan kata scene sebagai pandangan atau gambar tempat, acara, atau kegiatan; area aktivitas tertentu dan semua orang atau benda yang berhubungan dengannya; serta area aktivitas atau cara hidup tertentu.
Dalam buku ‘Jurnalisme Musik dan Selingkar Wilayahnya’ yang ditulis Idhar Resmani, skena dijelaskan sebagai pembeda adanya perubahan dan perkembangan genre musik yang satu dengan yang lainnya. Jadi, misalnya ada sebuah konser Jazz yang dihadiri oleh penggemar musik Jazz, maka bisa disebut sebagai skena Jazz.
Dengan demikian, istilah skena juga dapat diartikan sebagai sebuah ekosistem musik–dalam genre tertentu–yang mana komunitasnya bisa saling berinteraksi, mulai dari musisi, penikmat musik hingga pelaku bisnis yang terkait di dalamnya.
Bila merujuk pada singkatan ‘gaul’ skena yang dijelaskan sebelumnya, yakni ‘Sua, cengKErama, kelaNA’, maka skena juga bisa dimaknai sebagai perkumpulan para penggemar yang disatukan kegemaran mereka pada jenis musik yang sama, untuk saling bertemu, bercengkrama, dan bepergian bersama.
Makna negatif
Awalnya, skena muncul dengan sebuah makna positif, wawasan tentang macam genre musik bisa berkembang dan saling memperkaya, dalam sebuah ekosistem musik yang turut berkembang di tengah masyarakat. Namun, ketika semakin viral di media sosial, istilah ini mulai bergeser intonasinya ke arah yang lebih negatif.
Skena kini diidentikan oleh pegiat media sosial sebagai perkumpulan penggemar musik yang gemar mengkritik di kalangan penikmat genre musik lainnya. Misalnya, keberadaan musik indie semakin didewakan dalam konteks skena, sementara musik populer makin dianggap ‘biasa’ dan kurang ‘keren’. Beberapa contoh musisi yang dianggap berada dalam lingkup skena, antara lain adalah Danilla, Fourtwenty, Mocca, sampai musik cadas seperti Deadsquad atau Seringai.
Polisi skena
Konotasi negatif istilah skena diikuti juga dengan kemunculan istilah Polisi Skena yang merujuk pada sekumpulan orang yang merasa paling ‘paham’ tentang dunia musik atau salah satu genre tertentu. Karena merasa paling benar, kadang mereka merasa punya hak untuk menghakimi selera, opini, atau kebiasaan para penggemar musik, meski sebenarnya tidak ada dasar aturannya.
Salah satu yang kerap kita lihat di media sosial adalah para polisi skena yang mendatangi orang yang menggunakan kaos band tertentu secara acak pada sebuah konser, dan meminta orang tersebut menyebutkan minimal tiga lagu atau personil band yang ada di kaosnya.
WhiteBoardJournal menuliskan bahwa polisi skena dianggap masalah karena seolah menghakimi selera dan membatasi kenikmatan seseorang ketika menikmati musik. Masyarakat umum seolah diberikan paksaan mengenai pilihan musik yang harus didengar dan tidak, dalam sebuah kerangka skena musik yang sudah dibentuk sebelumnya.