Mengenal Panic Buying, Dampak, dan Pencegahannya

Panic Buying bisa meluas dan berdampak lebih buruk.

Mengenal Panic Buying, Dampak, dan Pencegahannya
Ilustrasi panic buying. Shutterstock/Gerdie Hutomo
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kedah dan Penang, Malaysia, baru-baru ini dilanda kekeringan air yang menyebabkan masyarakat melakukan panic buying air mineral dalam kemasan lantaran sejumlah sungai dilanda kekeringan.

Fenomena ini bukanlah hal baru di tengah masyarakat. Pada awal pandemi Covid-19 yang berlangsung global, sejumlah negara pun mengalami panic buying yang menyebabkan kekisruhan. Hal ini terjadi akubat meningkatnya kebutuhan komoditas kesehatan secara signifikan dan tiba-tiba, seperti air minum, vitamin, obat-obatan atau masker di masa pandemi.

Dampak fenomena ini tak hanya dirasakan oleh masyarakat, namun juga berpotensi mengganggu kinerja pemerintahan, bahkan global. Untuk bisa memahami lebih mendalam tentang panic buying, Fortune Indonesia akan mengulasnya, dengan mengutip laman resmi ocbcnisp.com.

Pengertian

Psikolog Bella Persada mengatakan  bahwa Panic Buying adalah sebuah kondisi yang erat kaitannya dengan situasi tak terduga seperti pandemi Covid-19. Individu yang mengalami kondisi tersebut merasakan kecemasan secara berlebihan. Kondisi tersebut juga membuat setiap orang melakukan apapun demi membuat dirinya merasa aman, bahkan tak mampu berpikir rasional dan kesulitan mengontrol diri.

Jika dikaitkan dengan proses jual beli di masyarakat, Panic Buying bisa dilihat sebagai perilaku pembelian secara berlebihan atau penimbunan terhadap suatu barang didasari karena rasa panik dan takut yang berlebih. Hal ini terjadi karena ketakutan secara tiba-tiba akan kekurangan ataupun kenaikan harga terhadap barang-barang yang dianggap krusial pada masa tersebut.

Panic Buying pernah terjadi saat wabah Flu Spanyol merebak dan masa Perang Dunia ke-1. Pada 1918, orang-orang melakukan Panic Buying pada obat-obatan, sehingga terancam kekurangan. Sejak saat itu, kondisi serupa kerap terjadi saat krisis global mulai melanda dan mengancam pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

Dampak

Berikut ini adalah beberapa dampak yang dirasakan masyarakat saat panic buying melanda :

  1. Kecemasan yang menular
    Panic buying timbul akibat kecemasan berlebihan yang bisa menyebar ke setiap individu dan orang-orang di sekitarnya. Makanya, fenomena ini bisa meluas dan menyebabkan situasi yang lebih buruk lagi. Hal tersebut semakin diperparah dengan arus informasi di era digital yang begitu cepat dan terkadang membingungkan.
  2. Kekurangan produk tertentu
    Panic buying membuat orang membeli kebutuhan dalam jumlah besar untuk ditumpuk, karena takut kehabisan. Akibatnya, barang tersebut akan menjadi langka di pasaran dan menimbulkan kepanikan yang lebih parah lagi, terutama bila terkait kebutuhan krusial, seperti air minum.
  3. Pemborosan
    Perilaku membeli berlebihan membuat individu mengalami pemborosan. Uang yang seharusnya bisa digunakan untuk keperluan lain atau diberikan pada orang yang membutuhkan jadi dihamburkan tanpa tujuan yang jelas.
  4. Produk yang membusuk,
    penumpukan barang-barang yang ditakutkan akan habis akan berpotensi menimbulkan pembusukan. Kepanikan yang dialami membuat seseroang melupakan bahwa kebutuhan tak sebanding dengan ketakutan yang dirasa. Hal tersebut membuat kita membeli dalam jumlah berlebihan dan akhirnya berakhir busuk atau tidak terpakai.
  5. Kondisi keuangan rumah tangga jadi terganggu
    Di samping pengeluaran berlebihan, pendapatan pada situasi yang tidak terduga bisa jadi berkurang.
  6. Inflasi
    Dalam skala yang lebih besar, inflasi bisa terjadi di masyarakat, karena penurunan nilai uang kertas karena begitu banyaknya uang yang beredar secara cepat, sehingga membuat harga mengalami kenaikan signifikan.

Pencegahan

Berikut sejumlah tips yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya panic buying,l :

  1. Jangan terburu-buru mengambil keputusan karena didasarkan pada rasa takut. Perhitungan matang diperlukan, supaya kita tetap bisa rasional dan menyeimbangkan pengeluaran dan pemasukan.
  2. Ajak orang-orang terdekat untuk menenangkan diri. Hal ini bisa dilakukan supaya kita bisa terjaga di tengah keluarga yang sudah lebih dulu terjaga dari dampak kepanikan yang terjadi. Aktivitas bersama, seperti berlibur atau mengobrol bisa jadi pilihan.
  3. Memberi waktu pada toko untuk melakukan distribusi, dengan meyakinkan diri bahwa dalam stok minim, toko akan dapat segera mengisi ulang berbagai kebutuhan yang dijual.
  4. Membuat daftar belanja. Hal ini penting untuk bisa mengukur kebutuhan dan kemampuan  untuk memenuhinya. Tentukan skala prioritas demi menghitung barang yang benar-benar dibutuhkan.
  5. Perbesar empati, bahwa yang membutuhkan sebuah barang bukan hanya kita dan orang terdekat saja, namun juga masyarakat secara luas. Dengan demikian, Anda harus ingat untuk berbagai kebutuhan tersebut dengan orang lain yang butuh juga.

Demikian ulasan soal Panic Buying, dampak, dan tips untuk mencegahnya menjadi semakin meluas.

Related Topics

Panic Buying

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Mega Insurance dan MSIG Indonesia Kolaborasi Luncurkan M-Assist
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 22 November 2024
Booming Chip Dorong Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Pimpinan G20 Sepakat Kerja Sama Pajaki Kelompok Super Kaya
Dorong Bisnis, Starbucks Jajaki Kemitraan Strategis di Cina