Jakarta, FORTUNE – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menilai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang kerap dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi hal kurang baik dan menjadikan citra Indonesia buruk di mata negara lain.
“Kita enggak usaha bicara tinggi-tinggilah, OTT-OTT itu kan enggak bagus sebenarnya, buat negeri ini jelek banget," kata Luhut dalam sambutan Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi, Selasa (20/12). "Ya kalau hidup-hidup sedikit bisa lah. Kita mau bersih-bersih amat di surga sajalah kau".
Pencegahan korupsi menurutnya bisa dilakukan dengan mengoptimalkan digitalisasi di berbagai sistem pemerintahan. “Jadi KPK pun jangan pula sedikit sedikit tangkap tangkap, itu. Ya lihat-lihatlah, tetapi kalau digitalisasi ini sudah jalan, menurut saya, (koruptor) enggak akan bisa main-main,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), OTT yang dilakukan KPK mengalami penurunan dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Pada 2021, KPK hanya berhasil melakukan 11 OTT, angka ini naik dari tahun 2020 yang hanya menghasilkan 7 OTT. Sementara pada tahun 2019 KPK melakukan 21 OTT dan 2018 berhasil melakukan 30 OTT.
Mahfud MD dukung Luhut
Pernyataan Luhut mendapatkan banyak tanggapan pro-kontra. Pendapat seirama disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD yang menilai celah korupsi bisa diminimalisir dengan percepatan sistem yang berbasis digital.
“Tak salah dong Pak Luhut. Daripada kita selalu dikagetkan oleh OTT, lebih baik dibuat digitalisasi dalam pemerintahan agar tak ada celah korupsi. Kan memang begitu arahnya," katanya dalam keterangan.
Pekan ini MenPAN-RB sudah mengirimkan draft SPBE kepada Presiden untuk ditandatangani sebagai bagian dari upaya penyelenggaraan pemerintahan secara digital untuk menutup celah korupsi.
OTT justru jadi citra positif
Sementara itu, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, menyampaikan bahwa OTT yang semakin ketat justru akan memunculkan penilaian positif tentang Indonesia dari negara lain. “Kondisi pemberantasan korupsi yang dilemahkan membuat pandangan negara lain terhadap Indonesia menjadi kurang positif,” ujarnya dalam keterangan (20/12).
Menurutnya, penggunaan teknologi digital juga tak serta merta dapat mencegah terjadinya korupsi. “Contoh soal e-katalog. Ternyata banyak modus korupsi dilakukan dengan ‘mengakali’ sistem e-katalog. Begitu juga dengan digitalisasi sistem pengawasan. Faktanya hanya elektronisasi, tidak dilakukan digitalisasi,” katanya.