Jakarta, FORTUNE – Indonesia harus bisa segera keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap, untuk menjadi sebuah negara maju. Apalagi, kondisi ini telah dialami Indonesia selama 30 tahun terakhir.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, mengatakan, selama 20 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berada di kisaran 4,01 persen. Ekonomi Indonesia baru beranjak di atas 5 persen pada 2022.
“Kami menyampaikan dalam skenario yang disusun oleh Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 6 persen agar kita mampu graduasi dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap, karena kita sudah 30 tahun di middle income trap,” katanya dalam keterangan pers Selasa (29/3).
Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud istilah middle income trap? apa saja faktor penyebabnya dan bagaimana cara menghadapinya? Melansir sejumlah sumber, berikut ini ulasannya.
Pengertian
Menyadur dari Bank Dunia, istilah middle income trap mulai populer sejak 2007. Istilah ini merujukan pada sebuah situasi, di mana suatu negara berhasil mencapai peningkatan dari segi ekonomi yakni berada pada tingkat menengah namun sayangnya terjebak pada level yang sama. Alhasil, negara tersebut kesulitan untuk menjadi negara maju atau memiliki high income.
Kondisi ini banyak terjadi pada negara berpendapatan menengah yang tak mampu bersaing dengan negara berpenghasilan lebih rendah, yang bergantung pada sumber daya alam dan murahnya tenaga kerja. Di sisi lain, negara tersebut juga tidak mampu bersaing dengan negara maju yang memiliki kualitas manusia dan teknologi tinggi.
Faktor pemicu
Melansir Akseleran, middle income trap tidak terjadi begitu saja, salah satu yang menjadi penyebab utamanya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrastruktur yang lemah, sehingga daya saing yang dimiliki tak bisa dikatrol lebih baik lagi. Untuk memahaminya, berikut ini adalah sejumlah faktor yang memicu terjadinya middle income trap.
- Polemik di sektor manufaktur
Pengembangan manufaktur bisa menciptakan kelompok-kelompok kepentingan yang kuat dan mencoba untuk menghalangi reformasi kebijakan yang dirancang untuk melanjutkan sebuah proses transformasi. Mereka menentang penghapusan subsidi dan perlindungan. Selain itu, perlawanan juga datang dari pekerja serta serikat pekerja yang ingin mempertahankan sektor padat karya dengan upah tinggi. - Transformasi ekonomi
Dalam sebuah transformasi ekonomi, potensi biaya yang dikeluarkan biasanya cukup tinggi. Bila hal ini tidak diimbangi dengan produktivitas dan daya saing yang kompetitif secara global, maka stabilitas makro-ekonomi bisa terancam. Hal ini bisa meningkatkan inflasi, gelembung kredit yang berkembang saat investasi spekulatif berlangsung, sampai akhirnya meletakkan perekonomian negara pada middle income trap. - Kurang dukungan kebijakan dan SDM
Banyaknya negara yang sukses dengan pendapatan menengah menggunakan alat kebijakan industri khusus seperti subsidi. Negara-negara tersebut tidak mampu melakukan upaya yang cukup untuk membuat suatu kebijakan yang mampu meningkatkan pengetahuan serta inovasi. Penyebab terjadinya kegagalan pada sebuah negara hingga terjebak dalam middle income trap kemungkinan adalah kegagalan negara berinvestasi pada sumber daya manusia. - Birokrasi yang berbelit
Banyak negara dengan penghasilan menengah menghadapi permasalahan seperti korupsi dan akuntabilitas yang buruk terkait dengan inefisiensi birokrasi. Perekonomian berkembang pesat, namun tak diimbangi pelayanan yang memadai. Kondisi ini membuat negara gagal dalam menciptakan komitmen kelembagaan dan kebijakan yang memberikan sinyal komitmen jangka panjang terhadap strategi transformasi. - Biaya produksi dan upah yang meningkat
Meningkatnya upah atau biaya tenaga kerja per unit juga menjadi faktor mengapa sebuah negara terjebak dalam middle income trap. Selain itu, pasokan surplus tenaga kerja juga mengalami keterbatasan. Selain itu, adanya migrasi tenaga kerja dari desa ke kota besar dan membuat lapangan kerja berkurang. Penurunan pertumbuhan populasi alami serta keuntungan dalam pertumbuhan produktivitas sehingga terjadi perlambatan.
Reformasi struktural
Melansir laman Setkab, Kepala Bidang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Deputi Bidang Kemaritiman dan Investasi, Sekretariat Kabinet, Muhammad Faisal Yusuf, menuliskan Indonesia perlu menerapkan reformasi struktural sebagai kunci keberhasilan transformasi ekonomi yang berkelanjutan, sebagai solusi menghadapi middle income trap.
Reformasi dilakukan dalam rangka kelembagaan dan regulasi di mana pelaku sosial ekonomi beroperasi. Tindakannya yaitu melalui reformasi, mengubah kerangka kelembagaan, serta kerangka peraturan, di mana berbagai agen sosial ekonomi yang membentuk wilayah (negara, keluarga, dan perusahaan) beroperasi.
Dengan tujuan utama memperkuat perekonomian, serta memaksimalkan potensi perekonomian dan keseimbangan pertumbuhan, Indonesia harus mengoptimalkan delapan sumber pertumbuhan ekonomi utama dalam jangka menengah panjang, seperti:
- Penanaman modal asing (foreign direct investment)
- Transaksi berjalan (current account)
- Keadilan lingkungan
- Jumlah penduduk
- Produktivitas
- Efisiensi ekonomi
- Ketersediaan infrastruktur
- Tingkat teknologi.
Demikianlah ulasan tentang middle income trap, faktor penyebab, dan bagaimana menghadapinya. Semoga bermanfaat.