Jakarta, FORTUNE – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KemenparEkraf) melaporkan Nilai Tambah ekonomi kreatif (ekraf) Indonesia pada semester I-2024 sudah mencapai Rp749,5 triliun atau mencapai 55,65 persen dari target 2024 sebesar Rp1.347 triliun.
Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Ahli Utama, Nia Niscaya, mengungkapkan bahwa tiga sektor unggulan penyumbang nilai tambah ekraf diseumbang sektor fesyen, kriya, dan kuliner.
“Kalau wisnus di dalam negeri lebih banyak untuk kuliner karena masyarakat Indonesia ketika jalan-jalan nomor satu cari makanan yang khas, nah beda dengan ekspor, nomor satu adalah fesyen kemudian kriya, kuliner, dan penerbitan,” ujarnya dalam weekly brief Kemenparekraf, Senin (12/8).
Selain itu, ekspor komoditas ekraf di semester I-2024, nilainya telah mencapai US$12,36 miliar atau Rp196,45 triliun (kurs Rp15.894,02 per dolar AS) dari target US$27,53 miliar atau Rp437,57 triliun.
Secara tahunan, nilai ekspor meningkat hingga 4,46 persen dari periode yang sama di tahun 2023.
Fesyen mendominasi ekspor ekraf
Ekspor terbesar ditorehkan sektor ekraf senilai US$6,77 miliar atau Rp107,64 triliun. Pencapaian terbesar ini diikuti oleh sektor kriya yang mendapat US$4,76 miliar (Rp75,67 triliun); kuliner US$829,66 juta (Rp13,19 triliun); dan sektor penerbitan yang mencatat perolehan nilai hingga US$6,15 juta (Rp97,75 miliar).
Lima besar negara tujuan ekspor terbesar ekraf saat ini adalah Amerika Serikat US$4,08 miliar, Swiss US$908,47 juta, Jepang US$619,28 juta, Hongkong US$582,63 juta, dan India US$541,78 juta.
“Mudah-mudahan yang semester kedua bisa tercapai dan bisa lebih,” katanya.
Optimistis
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Salahuddin Uno mengharapakan nilai tambah ekraf Indonesia tahun ini bisa melampaui capaian 2023 yang tercatat Rp1.415 triliun, di atas target yang ditetapkan Rp1.300 triliun.
“Tapi kita punya PR (pekerjaan rumah) di nilai ekspor ekonomi kreatif dimana ini peluangnya lebih besar sebetulnya,” ujarnya (1/3).
Untuk meningkatkan ekspor ekraf, Indonesia harus melepas ketergantungan dari negara tujuan ekspor seperti AS, Jepang, dan Hong Kong, kemudian melebarkan pasar ke negara-negara lain di kawasan Eropa, Timur Tengah, maupun Amerika Latin.