Jakarta, FORTUNE – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rasio gini Indonesia 0,381 pada September 2022, turun dari posisi sebelumnya di angka 0,384 pada Maret 2022. Artinya, kesenjangan ekonomi di tengah masyarakat pun menurun.
Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia pun menurun karena pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19, sehingga angka penduduk miskin pun juga mengalami penurunan.
Berdasarkan daerah tempat tinggalnya, rasio gini di perkotaan tercatat sebesar 0,402 pada September 2022, menurun dibandingkan pada enam bulan sebelumnya yang sebesar 0,403. Sementara, rasio gini di perdesaan terpantau sebesar 0,313. Angkanya turun 0,001 poin dibandingkan pada Maret 2022 yang sebesar 0,314.
Dengan demikian, rasio gini bisa memberikan gambaran tentang angka kesejahteraan maupun rerata ketimpangan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Untuk memahami lebih jauh tentang rasio gini, berikut penjelasannya seperti yang dirangkum dari berbagai sumber.
Pengertian
BPS sendiri mendefinisikan rasio gini sebagai indikator yang menunjukkan tingkat ketimpangan pengeluaran secara menyeluruh. Hal ini berfungsi untuk melihat ketimpangan pendapatan atau pengeluaran penduduk di suatu wilayah.
Nilai rasio gini berkisar antara 0 hingga 1. Bila nilai rasio gini makin dekat 1, ini mengindikasikan tingkat ketimpangan yang semakin tinggi. Sebaliknya, bila rasio gini mendekati ke 0 , maka menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang kurang lebih sama. Dengan demikian, rasio gini diupayakan agar mendekati 0, untuk menunjukkan adanya pemerataan distribusi pendapatan antarpenduduk.
Berdasarkan Investopedia, rasio gini disebut juga indeks gini atau koefisien gini. Penghitungan ini dikembangkan oleh ahli statistik berkebangsaan Italia, yakni Corrado Gini pada tahun 1912. Sejak awal, rasio gini memang difungsikan untuk mengukur besaran ketidaksetaraan ekonomi, distribusi pendapatan, atau bahkan distribusi kekayaan di antara suatu populasi.
Pentingnya rasio gini
Investopedia menuliskan bahwa rasio gini bisa diterapkan untuk mengukur pemerataan ekonomi berdasarkan distribusi kekayaan maupun pendapatan. Alat ukur ini cukup penting untuk menganalisis distribusi pendapatan atau kekayaan di suatu negara atau wilayah, tetapi tidak boleh disalahartikan sebagai pengukuran pendapatan atau kekayaan absolut.
Dengan demikian, negara berpenghasilan tinggi dan negara berpenghasilan rendah dapat memiliki rasio gini yang sama, selama pendapatan didistribusikan secara serupa di masing-masing negara.
Dengan gambaran seberapa besar kesenjangan yang terjadi antara penduduk kaya dan miskin, berbagai masalah lain di dalam negara pun bisa terlihat dan segera teratasi. Misalnya, di saat kesenjangan cukup besar, masalah sosial seperti pencurian atau manusia gerobak pun berpotensi meningkat.
Untuk itu, angka rasio gini yang didapatkan bisa jadi acuan pemerintah dalam mengambil solusi dan kebijakan, seperti penetapan batas upah minimum, memperbanyak pelatihan masyarakat yang sudah masuk usia kerja, atau bisa juga mengetatkan penjagaan keamanan di berbagai wilayah.
Penghitungan rasio gini
Untuk mendapatkan angka rasio gini, ada sebuah rumus yang bisa dihitung dan diterapkan. Rumus ini mencakup sejumlah angka, seperti jumlah persentase penerima pendapatan dan jumlah kumulatif persentase pendapatan. Dalam penghitungan pengeluaran, rumusannya tetap sama, sebagai berikut:
Selain itu, rasio gini juga bisa digambarkan oleh kurva Lorenz, yaitu kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi seragam yang mewakili persentase kumulatif penduduk.
Demikianlah ulasan tentang rasio gini. Pada dasarnya, rasio ini memberikan gambaran untuk dijadikan dasar atas analisis berbagai solusi dan strategi dalam menghadapi ketimpangan ekonomi yang terjadi di masyarakat.