Jakarta, FORTUNE – Perusahaan Listrik Negara (PLN) ajak masyarakat berpartisipasi dalam menekan emisi karbon dengan penggunaan biomassa dengan teknologi co-firing. Cara ini diharapkan bisa menjadi bahan bakar pengganti batu bara pada sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) perseroan.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan bahwa masyarakat bisa terlibat dalam penanaman tanaman biomassa. Bahkan ada yang mengelola sampah rumah tangga untuk dijadikan pelet sebagai bahan bakar co-firing. “Ini merupakan bagian dari ekosistem listrik kerakyatan yang melibatkan masyarakat dalam penyediaan biomassa, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat,” katanya dalam keterangan yang dikutip, Jumat (28/10).
PLN menggunakan lima jenis biomassa, yakni serbuk gergaji, serpihan kayu, cangkang sawit, bonggol jagung, dan bahan bakar jumputan padat. Rencananya, untuk 33 lokasi PLTU, PLN membutuhkan sekitar 383.000 ton biomassa, sebagai bahan baku co-firing.
Langkah jangka pendek PLN
Menurut Darmawan, teknologi co-firing merupakan langkah PLN dalam jangka pendek untuk mengurangi emisi karbon. Pasalnya, co-firing relatif murah, tidak perlu investasi pembangunan pembangkit baru, dan hanya butuh optimalisasi biaya operasional pembelian biomassa.
“Total emisi karbon yang berhasil ditekan melalui co-firing di 33 PLTU sebesar 391.000 ton karbon dioksida,” ujarnya.
PLN, kata Darmawan, menargetkan 52 lokasi PLTU sudah menerapkan teknologi co-firing pada 2025, dengan total kebutuhan biomassa per tahun mencapai 10,2 juta ton. Sedangkan, untuk target 2022, diperkirakan ada 35 lokasi PLTU yang menerapkan co-firing, dengan estimasi konsumsi biomassa mencapai 450.000 ton per tahun.
Pengolahan biomassa
PLN Jakarta Raya mengklaim telah mereduksi 2,1 juta ton sampah organik dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, untuk menjadi bahan bakar biomassa bagi PLTU, melalui penerapan Teknologi Olah Sampah di Sumbernya (TOSS). Sebagai bentuk kerja sama dengan masyarakat, PLN pun berkolaborasi dengan Gerakan Ciliwung Bersih sebagai kelompok pengolah sampah.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jakarta Raya, Doddy B Pangaribuan, mengatakan bahwa program TOSS adalah alternatif untuk mengubah sampah organic dan residu biomassa jadi energi. “2,1 ton sampah organik itu dapat diolah menjadi 461 kg bahan bakar jumputan padat sebagai co-firing biomassa untuk PLTU,” katanya dalam keterangan. Kamis (27/10).
Metode TOSS
Doddy menyampaikan bahwa ada 3 tahapan yang perlu dilewati dalam metode TOSS, pertama adalah pengeringan sampah organik dan biomassa dengan memanfaatkan boks bamboo dan cairan bioaktivator. Dalam kurun 3-5 hari, sampah akan menyusut hingga 50 persen, sampai jadi material energi.
Tahap kedua adalah pencacahan untuk menghaluskan material hingga mencapai ukuran 10 milimeter. Dan akhirnya, pada tahap terakhir, material energi tadi dipadatkan menjadi pellet biomassa untuk memudahkan transportasi. “Pelet tersebut sudah siap digunakan sebagai bahan bakar alternatif (co-firing) di PLTU milik PLN,” uajrnya.