Jakarta, FORTUNE – Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dikenal sebagai salah satu instrumen pengujian yang akurat untuk mendeteksi virus Covid-19 dalam tubuh manusia. Nilai CT (Cycle Threshold) atau CT Value yang didapat pada tes PCR kerap dijadikan acuan dalam menentukan gejala pasien terpapar dan sembuh dari Covid-19. Namun, ternyata anggapan ini tak sepenuhnya benar.
Panel Ahli Satgas Penanganan Covid-19, Budiman Bela, mengatakan nilai CT tinggi tidak menjamin pasien Covid-19 aman dan segera sembuh dari Covid-19. “Nilai CT tinggi bisa terjadi pada tahap awal saat infeksi, kemudian dia dapat berkembang menjadi turun nilai CT-nya,” ujarnya dalam diskusi daring ‘Peran Laboratorium Dalam Uji Diagnostik Covid-19’, Selasa (22/2).
Budiman mengungkapkan bahwa Pusat Pengendalian Penyakit di Amerika Serikat (CDC), pernah mengeluarkan informasi bahwa nilai CT yang sudah mendekati 36 pada pasien Covid-19, biasanya menjadi tanda bahwa virus di tubuh tersebut sudah tidak infeksius. Namun, CDC juga menegaskan bahwa untuk mengeluarkan nilai CT harus disertai kajian pembanding dengan kultur.
Pernyataan tersebut tak salah, namun ketika pesan tersebut kemudian menyebarkan ke masyarakat, memunculkan pemahaman yang tak tepat.
“Nilai CT harusnya diinterpretasi oleh mereka yang memiliki kewenangan klinis, seperti dokter,” ucap Budiman.
Nilai CT bisa beda di momen tes yang berbeda
Budiman juga menyampaikan, hasil nilai CT setiap orang dapat berbeda ketika diuji di lokasi yang berbeda, sekalipun sample-nya sama. “Tidak akan sama karena kinerja dari reagennya berbeda,” katanya. “Kalau ingin membandingkan nilai CT, maka harus dari laboratorium yang sama dengan menggunakan reagen yang sama.”
Menurutnya, pemerintah tidak pernah merekomendasikan nilai CT ditampilkan, karena dapat membingungkan pasien. Keterangan yang paling jelas dan mudah dipahami hanyalah adalah hasil positif atau negatif.
“Kalau hasilnya positif, mau nilai CT-nya tinggi atau rendah, seharusnya pasien tetap berjaga dan memonitor dirinya,” ucapnya.
Faktor yang sebabkan hasil PCR berbeda
Budiman mengatakan, ada bebarapa kemungkinan yang menyebabkan hasil tes PCR yang berbeda antara tes di satu laboratorium dengan laboratorium lainnya, seperti hari pengambilan spesimen yang berbeda dan kualitas spesimen yang berubah ketika sampai di laboratorium.
“Memang ada fenomena tertentu yang kita sebut sebagai Intermitten Shading of Virus. Jadi, virusnya hari ini memang diproduksi oleh pasien, tapi besoknya tidak. Bisa juga ada perbedaan metode atau reagen yang digunakan," kataya.
Namun, secara umum metode dan reagen yang sudah disyaratkan oleh Kementerian Kesehatan sudah terbukti baik dan sudah direkomendasikan oleh WHO.
Hasil tes PCR tidak 100 persen akurat
Hasil negatif pada tes PCR juga menurutnya belum tentu menunjukkan hasil 100 persen akurat. Oleh karenanya, masyarakat sangat perlu selalu waspada dan terus konsisten menerapkan protokol kesehatan, seperti masker atau kebiasaan mencuci tangan.
“Tidak ada tes PCR yang 100 persen sempurna, karena sesitivitas maupun spesifikasinya berkisar antara 95-99 persen. Jadi, kalau tes kita kemarin sampai 500.000 sehari, ada 5.000 yang bisa missed,” kata Budiman menjelaskan.