Jakarta, FORTUNE – Masa libur akhir tahun sudah di depan mata. Bagi Anda yang bingung menentukan destinasi liburan lebih dari lokasi mainstream yang kerap dikunjungi seperti pantai, taman bermain, atau mal, mungkin bisa berkunjung ke situs cagar budaya nasional di Kabupaten Cianjur, yang keberadaannya masih menyimpan misteri hingga saat ini. Gunung Padang namanya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), sudah menetapkan situs Gunung Padang sebagai salah satu cagar budaya peringkat nasional, sesuai SK Mendikbud Nomor 023/M/2014.
Tidak hanya sebagai situs sejarah yang sarat akan pengetahuan, namun Gunung Padang pun menjadi salah satu destinasi wisata budaya yang menarik untuk dikunjungi dan bisa jadi salah satu tujuan unik bagi Anda yang melewati masa liburan akhir tahun.
Salah satu misteri Gunung Padang yang masih belum terungkap jelas adalah usia bangunan berbentuk punden berundak ini. Bahkan, sebagian peneliti menyatakan situs ini berusia lebih dari 7.000 tahun, yang artinya jauh lebih tua dari piramida Giza yang ada di Mesir dan dibangun pada 2.570 SM. Fortune Indonesia akan mengulas beberapa fakta tentang situs purba ini.
1. Bukan piramida
Awalnya, banyak yang menyangka Gunung Padang adalah sebuah piramida raksasa. Namun, penelitian yang ditulis di situs web Kemdikbudristek, menyebutkan bahwa Gunung Padang adalah Punden Berundak atau teras bertingkat-tingkat.
Punden berundak adalah struktur berupa teras bertingkat yang mengarah pada satu titik di atas. Bentuk ini umum sekali ditemukan pada berbagai situs purbakala di Indonesia, sehingga banyak peneliti menganggap bentuk ini sebagai ciri-ciri kebudayaan asli di Indonesia. Biasanya, punden berundak berfungsi sebagai tempat pemujaan leluhur.
2. Terbesar di Asia Tenggara
Walau disebut gunung, namun tempat ini bukanlah gunung, melainkan sebuah situs punden berundak yang terkubur oleh lapisan tanah dan rerumputan, sehingga menyerupai gunung.
Ketinggiannya mencapai 885 meter di atas permukaan laut (mdpl) dengan luas area utama mencapai 900 m2 dan luas keseluruhan area yang diperkirakan mencapai 3 hektare, membuat situs ini menjadi kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.
Zaman megalitikum
Situs Gunung Padang diperkirakan dibangun pada zaman megalitikum, karena berbagai tumpukan bebatuan yang tersusun menyerupai tempat pemujaan atau area hidup sebuah komunitas leluhur.
Selain itu, struktur situs Gunung Padang yang sudah terungkap sendiri berjumlah lima teras dan tersusun dalam ukuran berbeda-beda.
Beberapa kali dilaporkan
Gunung Padang pertama kali ditemukan oleh seorang Geolog asal Belanda, Rogier DM Verbeek, pada 1891. Namun, keberadaan situs ini baru dilaporkan oleh ahli sejarah awal dan budaya tradisional Indonesia asal Belanda, Nicolaas Johannes Krom, pada 1914, melalui Rapporten Oudheidkundige Dienst (Buletin Dinas Kepurbakalaan).
Dalam laporannya, Krom mencatat bahwa puncak Gunung Padang terdiri dari empat teras yang tersusun dari batu kasar dan berhias batu andesit. Di tiap teras, ada gundukan tanah yang ditimbun batu.
Kemudian, situs ini sempat terlupakan selama beberapa decade dan kembali ditemukan pada 1979. Saat itu, warga setempat melaporkan adanya keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran, tersusun dalam suatu tempat berundak. Setelah tahu bahwa ini adalah situs bersejarah yang berharga, pemerintah pun mulai melakukan konservasi dan penelitian Situs Gunung Padang.
Kemendikbudristek mencatat, bukit ini dahulu gunung api purba yang menghasilkan batu-batu di perut bukit, lalu merekah dan membentuk tiang-tiang (columnar joint). Bebatuan ini lalu digunakan untuk membangun punden berundak, yang pada akhirnya disebut dengan Gunung Padang.