Jakarta, FORTUNE – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menilai kenaikan harga energi global akibat gejolak geopolitik–perang Rusia-Ukraina–dapat menjadi kesempatan emas bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk meningkatkan produksi.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menyampaikan hingga 2023 harga migas diperkirakan masih tinggi. “Produksi dan lifting migas nasional yang saat ini masih jauh dari target APBN 2022 dan long term plan (LTP) industri hulu migas, sehingga perlu adanya program recovery plan,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Selasa (12/7).
Dwi memperkirakan rata-rata harga minyak dunia masih tetap di atas US$80 per barel dan gas bumi di atas US$25 per MMBTU (Million British Thermal Unit) hingga 2023 mendatang. Sedangkan, harga spot gas alam cair, saat ini masih ada di kisaran US$43 MMBTU atau setara US$240 per barel setara minyak.
Capaian positif di semester 1/2022
Meski produksi masih mengalami tantangan, kata Dwi, namun industri hulu migas mendapat capaian positif sepanjang semester pertama 2022. Hal ini terutama terkait dengan peningkatan penerimaan negara.
“Penerimaan negara sudah mencapai US$9,7 miliar, reservere placement ratio (RRR) yang sudah di angka 77 persen, serta cost recovery yang berhasil dijaga pada level yang rendah sebesar US$3,2 miliar,” ujar Dwi.
Fokus pada upaya ketahanan energi
SKK Migas sempat menyatakan sejumlah fokus upaya mewujudkan ketahanan energi. “Saat ini ada tiga isu seputar energi, yaitu pandemi, masalah transisi energi, dan konflik antar negara, membuat harga minyak dan gas menjadi tinggi,” katanya pada Kamis (7/7).
Salah satu langkah yang perlu diambil adalah meningkatkan produksi minyak dan gas untuk mengurangi defisit. Energi baru terbarukan (EBT) pun dipandang berperan besar dalam menghadapi transisi energi dan menuju kemandirian energi.
“Salah satunya adalah gas, sehingga perlu dilakukan konversi dari minyak dan gas secara bertahap,” kata Dwi.
Butuh peningkatan produksi
Sementara itu, Menteri ESDM, Arifin Tasrif, mengapreasiasi capaian SKK Migas pada penerimaan negara. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) ada di angka US$117 per barel pada 2022, sehingga peningkatan produksi migas dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Meski dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) kontribusi migas pada energi yang dibutuhkan diharapkan terus turun hingga 2050, namun secara volume kebutuhan migas justru akan meningkat.
Pada 2050, konsumsi minyak diperkirakan meningkat hingga 139 persen dari 1,66 juta BOPD jadi 3,97 juta BOPD. Sedangkan konsumsi gas akan naik hingga 298 persen, dari 6,000 MMSCFD hingga 26,112 MMSCFD.