Jakarta, FORTUNE – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan subsidi liquefied petroleum gas (LPG) terus naik, sehingga pemerintah akan memperbanyak jaringan gas rumah tangga dengan melibatkan pihak swasta.
Dia mengatakan tren peningkatan subsidi LPG diperkirakan akan mencapai Rp117 triliun pada 2023. “Di tahun 2022 kemarin [penggunaan] mencapai 7,8 juta ton, yang subsidi, dan yang nonsubsidi itu turun terus. Jadi, yang tahun kemarin sekitar 580.000,” ujarnya seperti dikutip dari laman resmi Setkab, Jumat (13/10).
Salah satu solusi yang bisa diajukan oleh pemerintah, demi mengurangi penggunaan LPG, adalah dengan memperluas jaringan gas rumah tangga, hingga mencapai 2,5 juta jaringan pada 2024. Angka ini adalah hasil revisi dari target sebelumnya yang mencapai 4 juta jaringan gas.
Pelibatan swasta
Untuk menyukseskan proses perluasan jaringan gas ini, Airlangga mengatakan pemerintah tengah mengkaji kebijakan pembuatan regulasi yang memungkinkan pelibatan pihak swasta melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
“Caranya tentu mengubah perpres sehingga memungkinkan pihak swasta bisa ikut di dalam pengembangan jaringan gas kota. Nah, tentu pengembangan ini membutuhkan revisi dari peraturan presiden, sehingga dalam peraturan presiden nanti akan ditunjuk Menteri ESDM sebagai penanggung jawab untuk kerja sama KPBU,” kata Airlangga.
Kendati target mencapai 2,5 juta jaringan gas pada 2024, Airlangga mengatakan progres penyambungan jaringan gas rumah tangga hingga saat ini baru mencakup 835.000 rumah, yang pendanaan untuk 594.000 rumah di antaranya berasal dari pemerintah, sementara 241.000 lainnya dari Perusahaan Gas Negara (PGN).
Penentuan harga
Untuk penentuan harganya, pemerintah telah menugaskan SKK Migas sebagai agregator untuk menyuplai LPG pada US$4,72 per MMBtu.
“Kalau tidak dapat di harga US$4,72, (maka) tidak terjadi juga switching antara LPG dengan jaringan gas,” ujarnya.
Airlangga mengatakan Presiden Joko Widodo telah meminta penghitungan lebih jauh pada berbagai upaya mendorong lapangan-lapangan yang berpotensi memproduksi LPG atau LPG Mini, sehingga harus ada kebijakan pembelian harga dari Pertamina.
“Beberapa hal ini diminta untuk segera difinalisasi,” katanya.