Jakarta, FORTUNE – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat mengalihkan status kepegawaian tenaga honorer di pemerintahan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu atau part-time.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Syamsurizal, mengatakan PPPK part-time jadi solusi agar anggaran pemerintah tidak lagi membengkak dan tenaga honorer yang akan digaji sesuai waktu kerjanya. "Perlu juga dipertimbangkan agar anggaran daerah tidak membengkak," katanya di Senayan, Senin (28/8).
PPPK paruh waktu bisa diterapkan pada beberapa profesi, seperti petugas kebersihan di sekolah, yang selama digaji bulanan, sedangkan rata-rata jam kerjanya hanya dalam hitungan jam per hari. Dengan demikian, mereka bisa mencari pekerjaan sambilan lain, untuk mendapatkan penghasilan tambahan. “Kerja sampai jam 10, nanti jam 11 bisa kerja di tempat lain," katanya.
Penghapusan tersebut merupakan mandat Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Nomor 5 Tahun 2014 dan surat edaran bernomor B/185/M.SM.02.03/2022 yang diundangkan pada 31 Mei 2022.
Ditunda
Meski begitu, Syamsurizal mengatakan penghapusan tenaga honorer dapat ditunda sampai Desember 2024. Hal ini dilakukan untuk proses alih status dari honorer menjadi PPPK. “Kami coba selamatkan secara berlangsung bahwa sampai Desember 2024 itu selesai semua, terangkat semua menjadi minimal PPPK, kalau mereka yang bisa diselamatkan menjadi PNS lebih bagus lagi,” katanya.
Usulan PPPK part-time muncul dalam Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara yang sedang digodok oleh pemerintah dan DPR. Usulan itu muncul untuk mengakomodasi para tenaga honorer di lingkungan pemerintahan yang akan dihapus statusnya pada 28 November 2023.
Tiga prinsip
Menurut Syamsurizal, ada tiga prinsip dalam penghapusan pekerja honorer di pemerintahan. pertama, tidak boleh ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masal, mengingat saat ini terdapat 2,3 juta pegawai honorer yang tercatat di Kementerian PAN-RB, baik di pusat maupun daerah.
Prinsip kedua, tidak boleh ada pembengkakkan anggaran, sehingga solusi pengalihan status ini dianggap efektif. Terakhir, prinsipnya adalah tidak boleh ada pengurangan pendapatan dari para tenaga honorer.
Belum reliable
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan bahwa pihaknya menemukan perbedaan data antara yang tercantum dalam Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang dibuat oleh pemerintah daerah dengan data yang dimiliki oleh Badan Kepegawaian Negara.
"Ada orang yang merasa sudah bekerja sebagai honorer namanya tidak masuk, ada yang merasa kok tiba-tiba ada yang masuk," kata Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN RB Alex Denni. “Hasil audit sementara banyak data yang tidak reliable menurut BPKP."