Jakarta, FORTUNE – Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Suharti, menyampaikan adanya tujuh pelanggaran berkaitan dengan pengaduan pelanggaran pengelolaan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah 2022.
KIP Kuliah adalah bantuan biaya pendidikan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kemndikbudristek kepada mahasiswa aktif, termasuk biaya pendidikan dan biaya hidup. Sebelumnya, KIP Kuliah disebut juga dengan Bidikmisi.
Mengutip laman resmi Pusat Layanan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbudristek, banyak penetapan mahasiswa penerima KIP Kuliah yang tidak sesuai Persesjen Nomor 10 tahun 2022.
Data Puslapdik menunjukkan, pada penyelenggaraan KIP Kuliah tahun 2022, jumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah yang memiliki PIP Pendidikan Menengah (Dikmen) sebanyak 25.166 orang atau13,6 persen dari total mahasiswa penerima KIP Kuliah tercatat sebanyak 185.475 orang.
Sedangkan, jumlah terbesar adalah mahasiswa yang mengajukan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), mencapai 99.744 orang atau mencapai 53,8 persen. “Tahun 2021 mencapai 17 persen saja menurut saya terlalu sedikit, apalagi tahun 2022 turun menjadi 13,6 persen,“ kata Suharti.
Sesuai Persesjen No 10 tahun 2022, prioritas pertama penerima KIP Kuliah adalah pemilik PIP Dikmen, prioritas berikutnya kedua pemilik Kartu Kesejahteraan Sosial, dan selanjutnya yang terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan prioritas terakhir adalah pendaftar melalui kepemilikan SKTM.
“Diharapkan pada tahun 2023 ini, jumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah melalui kepemilikan PIP Dikmen ditambah, jalur DTKS juga ditambah serta jalur kemiskinan ekstrim di 210 kabupaten/kota,“ ujar Suharti.
Berikut adalah tujuh pelanggaran yang menjadi sorotan Kemendikbudristek terkait penerapan KIP Kuliah pada 2022.
1. Terlambat mengusulkan pencairan
Suharti menyebutkan, masih ada perguruan tinggi, khususnya swasta, yang terlambat melakukan pengusulan pencairan setiap semesternya. "Ini akan berdampak pada keterlambatan pencairan ke rekening mahasiswa penerima KIP Kuliah. Padahal hidup mereka tergantung pada bantuan KIP Kuliah tersebut," katanya.
2. Pengelolaan dana KIP Kuliah tak sesuai juklak
Menurut Suharti, masih ada perguruan tinggi yang belum melaksanakan pengelolaan KIP Kuliah sesuai petunjuk pelaksanaan (juklak).
3. Pemungutan biaya tambahan
Suharti mengatakan, ada temuan perguruan tinggi yang masih memungut biaya pendidikan tambahan. Hal ini diambil dari bantuan biaya hidup mahasiswa.
4. UKT beda bagi mahasiswa penerima KIP kuliah
Menurut Suharti, ada temuan perguruan tinggi yang menetapkan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa penerima KIP Kuliah yang berbeda dengan UKT mahasiswa bukan penerima KIP Kuliah.
"Jadi UKT bagi mahasiswa penerima KIP Kuliah lebih tinggi dari UKT mahasiswa bukan penerima KIP Kuliah," ujarnya.
5. Double funding
Penyimpangan lain, menurutnya adalah double funding atau pendanaan ganda, di mana mahasiswa penerima KIP Kuliah dalam waktu bersamaan juga menerima pendanaan dari pemerintah daerah atau pendanaan dari kementerian atau lembaga lain.
"Untuk program MBKM (Merdeka Belajar - Kampus Merdeka), penerima KIP Kuliah bisa mengikutinya. Di sini peran penting perguruan tinggi untuk melaporkan adanya mahasiswa penerima," kata Suharti.
6. Pemotongan biaya hidup
Temuan Inspektorat Jenderal Itjen) Kemendikbudristek berikutnya adalah adanya pemotongan biaya hidup bagi mahasiswa KIP Kuliah yang dilakukan pihak perguruan tinggi atau oknum lainnya dengan berbagai alasan.
Ada pula kampus yang menyimpan buku rekening dan ATM mahasiswa penerima KIP Kuliah.
7. Promosi palsu kuliah gratis
Terakhir, terdapat perguruan tinggi yang melakukan promosi uang kuliah gratis untuk menjaring mahasiswa baru. Padahal, setelah ditelusuri, ternyata uang kuliah gratis itu berasal dari KIP Kuliah.
"Bentuk promosinya itu, salah satunya, seorang calon mahasiswa diberi harapan uang kuliah gratis bila dapat mengajak calon mahasiswa lain. Misalnya mengajak 10 orang, ternyata gratisnya karena memanfaatkan KIP Kuliah," ujar Suharti.