Jakarta, FORTUNE - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, mengatakan bahwa kerja sama ekonomi Indonesia-Jepang berpeluang menguntungkan. Namun, kerja sama ini terjadi di tengah penurunan permintaan barang komoditas bisa jadi tantangan yang harus dihadapi.
Krisis global yang terjadi saat ini, bisa berdampak ke sejumlah negara. “Inflasi global yang terus naik menyebabkan sedikit sulit perekonomian global, termasuk Jepang. Bisa jadi penurunan permintaan produk Indonesia dari Jepang,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Senin (5/9).
Namun demikian, Jepang adalah salah satu negara tujuan ekspor besar Indonesia setelah Tiongkok. Pada 2021, neraca dagang RI dengan Jepang surplus, yang sebagian didominasi oleh barang-barang komoditas.
Pengembangan produk ekspor ke Jepang
Menurut Huda, Indonesia perlu mengembangkan lagi produk-produk selain komoditas untuk diekspor ke Jepang. Apalagi, Indonesia masih memiliki banyak sumber daya yang memiliki prospek dan kualitas cukup baik.
“Misalkan, produk olahan ikan. Memang Jepang ini jadi salah satu konsumen ikan Indonesia juga. Tapi, ekspor ikan Indonesia ke Jepang masih relatif kecil dibandingkan impor ikan ke Jepang dari negara-negara dunia lainnya,” ujar Huda.
Pembaruan dalam IJ-EPA
Dalam pertemuan kerja sama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa terdapat banyak capaian dan pembaruan kerja sama. Salah satunya adalah peningkatan ekspor ikan tuna kaleng dengan tarif yang lebih bersaing dibandingkan negara ASEAN lainnya.
Selain itu, peningkatan kuota bebas bea masuk 4.000 ton per tahun untuk ekspor pisang, perubahan syarat pembebasan bea masuk, serta tambahan kuota untuk ekspor buah Nanas.
“Diharapkan Jepang dapat mempertimbangkan tarif bea masuk untuk beberapa komoditas seperti ikan tuna serta buah pisang dan nanas,” kata Menko Airlangga seperti dikutip dari laman resmi Kemenko Perekonomian, Senin (5/9).
Airlangga juga menyampaikan perkembangan kerja sama Indonesia-Jepang di bidang infrastruktur, seperti 3 tahap pembangunan pelabuhan Patimban senilai Rp35 triliun hingga 2027, jalan tol akses pelabuhan Patimban senilai US$312 Juta, dan pembangunanan MRT (Moda Raya Terpadu) Jakarta North-South (HI-Ancol).
Nilai perdagangan dan investasi RI-Jepang
Tercatat total nilai perdagangan Indonesia-Jepang pada tahun 2021 tercatat sebesar US$32.5 miliar, sedangkan nilai investasi Jepang pada tahun 2021 mencapai US$23 miliar. Sementara, pada kunjungan Presiden Jokowi ke Jepang beberapa waktu lalu, menghasilkan peningkatan komitmen investasi swasta Jepang, hingga US$5,2 miliar.
Hal ini, kata Airlangga, antara lain berupa pembangunan IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara, industri otomotif, industri baterai listrik, industri baja, pembangunan pembangkit listrik, dan infrastruktur transportasi.
Sertifikat ISPO dan ekspor produk sawit
Dalam pertemuan Menko Airlangga dengan Menteri Energi, Perdagangan dan Industri Jepang (METI), Nishimura Yasutoshi, Indonesia berharap Jepang dapat menerima sertifikasi Rantai Pasok Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) Indonesia.
Menurut Airlangga, ISPO dapat mendorong peningkatan ekspor produk kelapa sawit ke Jepang. “Indonesia menjamin bahwa aspek berkelanjutan dari tanaman sawit ini sesuai dengan yang disyaratkan Jepang di bawah skema feed in tariff (FIT),” ujarnya,