Uni Eropa Pangkas 20% Pasokan Energi dari Rusia

Uni Eropa tingkatkan pemanfaatan energi bersih.

Uni Eropa Pangkas 20% Pasokan Energi dari Rusia
Ursula von der Leyen. (Wikimedia Commons)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Permintaan energi dari Rusia sudah turun lebih dari 20 persen pada Agustus-November 2022. Hal itu diungkapkan, Ketua Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, dalam World Economic Forum 2023.

Ia mengatakan, Eropa telah mengatasi ketergantungan pasokan energi pada Rusia yang dinilai cukup memberatkan dalam situasi konflik Ukraina-Rusia.

"Eropa telah mengatasi ketergantungan yang berbahaya ini. Kami telah mengganti 80 persen gas pipa Rusia. Secara paralel, kami telah mengisi penyimpanan kami,” ujarnya seperti dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (18/1).

Aksi ini, menurut von der Leyen merupakan bentuk dukungan bagi Ukraina atas berbagai serangan yang dilancarkan Rusia, sejak awal 2022. “Tidak akan ada impunitas atas kejahatan Rusia ini. Kami berada di dalamnya selama diperlukan,” katanya.

Ketergantungan

Visualisasi pembangunan pipa gas antara Eropa, Jerman, dan Rusia. Shutterstock/Frame Stock Footage

Von der Leyen mengakui bahwa negara Eropa masih bergantung pada bahan bakar fosil dari Rusia. Kondisi ini sudah berlangsung hingga beberapa dekade sehingga membuat Eropa rentan terhadap pasokan dan kenaikan harga, terutama saat terjadi konflik Ukraina-Rusia.

Kini, Eropa menurunkan harga gas lebih cepat karena upaya kolektif antarnegara. "Dari puncaknya pada bulan Agustus, saat itu €350 (sekitar Rp5,7 juta) per megawatt jam, sekarang turun 80 persen pada bulan ini, di bawah level sebelum perang Ukraina," ujarnya.

Energi bersih

Ilustrasi ekosistem EBT. (Pixabay/Akitada31)

Menurut von der Leyen, penurunan ketergantungan pada gas Rusia ini tak lepas dari upaya Uni eropa dalam mengembangkan energi bersih melalui ‘Undang-Undang Industri Nol Bersih’ yang akan mengidentifikasi teknologi bersih Eropa pada 2030. Regulasi ini akan berjalan beriring dengan ‘Undang-Undang Bahan Baku Kritis’.

"Kami ingin mencapai nol bersih dalam waktu kurang dari tiga dekade. Kami harus mencapai nol bersih, tetapi jalan menuju nol bersih berarti mengembangkan dan menggunakan berbagai teknologi bersih baru di seluruh ekonomi kita, dalam transportasi, bangunan, manufaktur, dalam energi,” katanya. 

Kerja sama dengan AS

ilustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Markus Winkler)

Von der Leyen mengungkapkan, upaya ini juga melibatkan kerja sama dengan negara adidaya Amerika Serikat (AS) senilai hampir €1 triliun (sekitar Rp16,3 ribu triliun), untuk mempercepat ekonomi energi bersih. “Tetapi bukan rahasia lagi bahwa elemen-elemen tertentu dari desain Undang-Undang Pengurangan Inflasi AS menimbulkan sejumlah kekhawatiran dalam hal beberapa insentif yang ditargetkan untuk perusahaan," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut von der Leyen, Uni Eropa terus mencari solusinya bersama dengan pihak AS, termasuk manfaat untuk pengembangan perusahaan mobil listrik buatan negara-negara di Uni Eropa. "Tujuan kami seharusnya untuk menghindari gangguan dalam Perdagangan dan Investasi Transatlantik," katanya.

Related Topics

Uni EropaEnergiRusia

Magazine

SEE MORE>
Investor's Guide 2025
Edisi Januari 2025
Change the World 2024
Edisi Desember 2024
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024

Most Popular

Profil Wiwoho Basuki, Konglomerat dan Ayah Widiyanti Putri
Kronologi Fraud eFishery: CEO Dicopot hingga Palsukan Lapkeu
5 Menteri Terkaya Kabinet Merah Putih, Menpar Paling Tajir
Indonesia dan Apple Hampir Sepakat Cabut Larangan iPhone 16
Indonesia Denda Google Rp202 Miliar, Ini Alasannya
10 Orang Terkaya di Dunia 2025, Elon Musk Masih Nomor Satu