Jakarta, FORTUNE – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi teguran keras kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham, sistem kepengurusan Visa dan Kartu Ijin Tinggal Terbatas (KITAS). Menangapi hal tersebut, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno bakal melakukan langkah jemput bola menemui wisatawan yang menjalani pekerjaan dari jarak jauh atau digital nomad.
“Kita bukan hanya menunggu, tapi kita harus datangi tempat-tempat di mana ada potensi tersebut, seperti di Australia, Singapura, Malaysia, dan Inggris,” ujar Sandiaga dalam weekly press briefing, Senin (12/9).
Pemerintah tengah berupaya menciptakan citra Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan tidak menyulitkan, serta mengajak warga asing untuk mempertimbangkan berinvestasi atau tinggal di Indonesia.
Menurutnya, bila kunjungan maupun investasi warga negara asing (WNA) semakin banyak yang datang ke Indonesia, maka peluang usaha bagi masyarakat akan terbuka lebar dan lapangan kerja baru pun akan semakin banyak tercipta. “Intinya dampak positif pada ekonomi Indonesia,” katanya.
Dua peluang besar pariwisata
Dari kritik tegas Presiden, kata Sandiaga, Kementerian Pariwisata dan ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bisa memetik dua peluang besar, yakni digital nomad dan silver economic. Menurutnya saat ini banyak WNA yang bisa bekerja secara jarak jauh dan menjadikan Bali sebagai salah satu destinasi favorit mereka, karena kenyamanan, keindahan, serta keamanan yang ditawarkan.
“Ini perlu adanya pembaruan dari segi mindset kita untuk menyediakan fasilitas, baik itu visa, visa on arrival yang sudah ada, tapi juga yang kita dorong adalah penggunaan visa B2-11," ujarnya.
Visa tersebut akan memberikan kemudahan untuk kunjungan sosio-budaya. Bila para turis memiliki minat untuk tinggal lebih lama lagi, ada second home visa atau bisa difasilitasi melalui pendaftaran KITAS.
Peluang kedua, silver economic yang berfokus untuk mengundang para wisatawan WNA berusia lanjut–di atas 60 tahun–masih, memiliki uang, dan mengontrol US$1,5 triliun. Populasi jenis wisatawan ini ada sekitar satu miliar orang di seluruh dunia dan siap untuk melakukan kunjungan wisata dalam waktu lama di destinasi yang aman, nyaman, dan menyenangkan–seperti Bali atau Yogyakarta–untuk menghabiskan waktu pensiun mereka.
Kalau bisa dipermudah, kenapa harus dipersulit?
Sandiaga tak menampik birokrasi yang rumit dan ungkapan ‘Kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah?’ masih kerap ditemui.
“Untuk memperbaiki diri, terkadang kita harus berkaca menghadapi realita, bahwa masih ada kealpaan dan kekurangan. Dari hasil berkaca itu harus jadi dorongan dan penyemangat untuk memperbaiki diri, memperbaiki kekurangan, memperbaiki pelayanan,” kata Sandiaga.
Meski demikian, masyarakat juga harus mengakui adanya berbagai prestasi dan progres positif yang dihasilkan, termasuk kemajuan dalam melakukan reformasi birokrasi.
“Kita harus terus melakukan evaluasi dan pemantauan secara berkala, menjadi kunci berkaca pada diri sendiri, agar rencana dan tindakan untuk perbaikan di masa depan semakin nyata.”
Jokowi geram pada soal Visa dan KITAS
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan telah menerima berbagai keluhan mengenai pelayanan visa, visa on arrival (VoA), dan KITAS yang dipersulit. Hambatan keimigrasian itupun menurutnya bakal mempersulit investor dan turis masuk ke Indonesia.
Hal ini membuat proses pelayanan yang menyulitkan ini membuat keimigrasian di Indonesia menjadi tidak menarik. Padahal, hal ini pelayanan imigrasi berperan penting dalam melayani investor dan turis mancanegara.
Untuk itu, Jokowi meminta Ditjen Imigrasi harus berorientasi ke persoalan investasi bagi perekonomian. “Kalau dia investor, investasinya berapa sih? Dia lihat, negara itu pasti lihat. Dia membuka lapangan kerja berapa ribu orang sih? Atau memberikan kontribusi terhadap ekonomi kita berapa sih? Orientasinya mesti harus ke sana. Atau meningkatkan ekspor berapa sih?” katanya.