Jakarta, FORTUNE – Presiden Tiongkok, Xi Jinping, mengingatkan Amerika Serikat (AS) beserta negara-negara sekutunya untuk tidak kembali ke ketegangan era perang dingin di kawasan Asia-Pasifik. Menjelang pertemuan virtual dengan Presiden AS, Joe Biden, ia ingin dunia bekerja sama untuk memusatkan perhatian pada kebangkitan dari pandemi Covid-19 dan pemulihan menuju kestabilan ekonomi.
Dalam pesan video yang disampaikan ke forum CEO, di sela-sela KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC), Xi mengatakan bahwa upaya untuk menarik garis ideologis atau membentuk lingkaran kecil dengan alasan geopolitik pasti akan gagal. “Kawasan Asia-Pasifik tidak dapat dan tidak boleh kembali ke konfrontasi dan perpecahan era perang dingin,” katanya seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (10/11).
Presiden Xi Jinping menekankan bahwa setiap negara harus berbuat lebih banyak untuk menutup kesenjangan imunisasi virus COVID-19. “Kita harus menerjemahkan konsensus, bahwa vaksin adalah masalah masyarakat global yang butuh tindakan nyata untuk memastikan distribusi yang adil dan merata,” kata Xi.
Perubahan iklim juga menjadi agenda utama dalam KTT tersebut, yang berlangsung bersamaan dengan pertemuan COP26 PBB di Glasgow, Skotlandia.
Forum APEC 2021 diselenggarakan secara daring oleh Selandia Baru sebagai tuan rumah dan dimulai Senin (8/11) sampai pertemuan para pemimpin 21 negara anggota pada Jumat (12/11). Para anggota APEC sepakat untuk mengurangi banyak tarif dan penahanan perbatasan pada vaksin, masker, dan produk medis yang penting dalam memerangi pandemi. Selain itu, perubahan iklim juga menjadi isu utama pada konferensi tingkat tinggi (KTT) yang berlangsung bersamaan dengan COP26.
Ketegangan AS dan Tiongkok yang melatari komunikasi di antara keduanya
Pesan Presiden Tiongkok untuk tidak kembali ke era perang dingin ini adalah sinyal yang muncul terkait ketegangan antara AS dan Tiongkok. Xi Jinping merujuk pada AS dan sekutu, termasuk mitra regional dan kelompok quad–AS, India, Jepang, dan Australia–yang dianggap selalu berupaya untuk menumpulkan kekuatan ekonomi dan militer Tiongkok.
Ketegangan AS dan Tiongkok memang meningkat beberapa tahun terakhir. Hal ini berkaitan dengan tindakan dan kebijakan Beijing di Laut Cina Selatan, termasuk sikap mereka pada Hong Kong, Xinjiang, dan Taiwan.
Menurut pemberitaan Reuters (10/11), Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyatakan bahwa kunjungan delegasi kongres AS ke Taiwan telah melanggar kebijakan ‘One China’, yang penekanannya adalah AS harus segera menghentikan segala bentuk interaksi resmi dengan Taiwan.
Kerja sama yang melampaui konflik lain
Selain pidato Xi Jinping soal perang dingin, Tiongkok dan AS pada Rabu (10/11) mengumumkan kesepakatan peningkatan kerja sama dalam meredam dampak perubahan iklim. Kedua negara ini adalah penghasil emisi karbon dioksida (CO2) terbesar di dunia–hingga 40 persen dari total seluruh polusi karbon–yang berkomitmen untuk mengurangi emisi CO2, melindungi hutan, dan menghapus batu bara secara bertahap.
Berdasar pada persetujuan Paris 2015, para raksasa ekonomi ini menyerukan komitmen ‘konkret dan pragmatis’ dalam dekarbonisasi, pengurangan emisi CO2, dan perang terhadap deforestrasi. Hal ini dibahas menyusul absennya Tiongkok dalam COP26.
“Kedua belah pihak mengakui bahwa ada kesenjangan antara upaya saat ini dan tujuan Perjanjian Paris sehingga kami akan bersama-sama memperkuat aksi iklim,” kata utusan iklim China Xie Zhenhua saat mengumumkan perjanjian seperti dikutip Al Jazeera (10/11).
Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk urusan iklim, John Kerry, mengatakan kedua negara mendukung COP26, termasuk ambisi dari masing-masing negara. “Deklarasi ini adalah langkah yang dapat kami bangun untuk menutup kesenjangan,” katanya. “Setiap langkah penting saat ini dan perjalanan kita ke depan masih panjang.”
Sependapat dengan pidato Xi Jinping, wakil presiden eksekutif Komisi Eropa untuk Kesepakatan Hijau Eropa, Frans Timmermans, mengatakan AS dan Tiongkok menunjukkan kerja sama dalam isu-isu yang melampaui konflik lain.
“Umat manusia dihadapkan dengan tantangan terbesar yang pernah dialami, yaitu krisis iklim,” kata Timmermans kepada Al Jazeera. “Dan ini sepenuhnya sejalan dengan apa yang perlu kita lakukan di COP. Jadi, saya sangat menyambut baik deklarasi bersama ini, saya pikir ini kabar baik bagi kita.”