Jakarta, FORTUNE - Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan pada Selasa (12/11) bahwa CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, akan memimpin Departemen Efisiensi Pemerintah bersama pengusaha Amerika, Vivek Ramaswamy.
“Bersama-sama, kedua orang Amerika yang luar biasa ini akan membuka jalan bagi Pemerintahan saya untuk membongkar Birokrasi Pemerintah, memangkas peraturan yang berlebihan, memangkas pengeluaran yang sia-sia, dan merestrukturisasi Badan-Badan Federal yang penting bagi Gerakan 'Save America',” kata Trump dalam sebuah pernyataan, melansir AFP (14/11).
Sebelumnya Trump sempat mengungkapkan rencana memasukkan Elon Musk ke dalam kabinetnya jika memenangkan Pilpres AS 2024. Pada 9 Juni lalu, ia secara terbuka menyatakan akan menempatkan Musk sebagai ketua komisi efisiensi pemerintah jika terpilih menjadi presiden.
Ketika menjadi kandidat presiden Partai Republik, Trump mengatakan dalam pidatonya kepada para eksekutif bisnis di New York bahwa Musk akan ditugaskan melakukan audit finansial dan evaluasi kinerja menyeluruh terhadap pemerintah federal apabila ia menang.
Tugas Elon Musk di kabinet Trump
Ada sejumlah tugas Elon Musk di Departemen Efisiensi Pemerintah. Sebagai awalan, departemen tersebut menyusun strategi penghematan dan mengurangi utang.
“Tugas pertama komisi ini adalah menyusun rencana aksi untuk mengurangi penipuan dan pembayaran yang salah dalam enam bulan pertama. Langkah ini akan menghemat triliunan dolar,” ujar Trump, mengutip dari Reuters. Diketahui bahwa selama masa pemerintahannya, utang nasional AS meningkat sebesar US8,2 triliun dolar, hampir dua kali lipat lebih besar dibanding masa pemerintahan Presiden Joe Biden.
Meskipun demikian, Trump belum menjelaskan secara detail penghematan yang akan dicapai. Para pakar pun meragukan besaran penghematan.
“Ini secara tidak langsung berarti Trump ingin memangkas Jaminan Sosial, Medicare, atau tunjangan veteran, sambil tetap mengusulkan pemotongan pajak bernilai triliunan dolar untuk kalangan kaya. Tujuannya jelas: lebih banyak uang bagi orang kaya dan lebih sedikit bagi yang lainnya,” tulis Bharat Ramamurti, mantan pejabat ekonomi Gedung Putih di era Biden pada Juni lalu.
Trump sebelumnya juga pernah menjanjikan pemangkasan pajak secara signifikan, menyatakan ambisinya untuk menjadikan AS sebagai pusat global mata uang kripto, serta berencana membatalkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi Biden yang dirancang untuk menurunkan biaya energi bersih dan obat-obatan serta memperketat aturan terhadap kecurangan pajak.
Di lain sisi, kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) mendorong Indeks Dow Jones Industrial Average mencapai kenaikan tertingginya dalam dua tahun terakhir. Kenaikan ini memicu mengerek saham-saham sektor perbankan, industri, hingga perusahaan kecil di AS. Banyak investor percaya kemenangan Trump menjadi angin segar dan mereka yang awalnya khawatir pada hasil pemilu pun berharap pasar kembali fokus pada pendapatan perusahaan dan suku bunga.