Jakarta, FORTUNE - Empat pasar di Bandung dan Banjarmasin telah merampungkan program uji coba pasar percontohan bebas plastik yang dimulai pada Februari 2021. Hasilnya, Pasar Kosambi dan Cihapit di Bandung mampu mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai sebanyak masing-masing 11 persen dan 19 persen. Selain itu, terjadi penurunan serupa di Pasar Pekauman dan Pandu di Banjarmasin, yakni 18 persen dan 27 persen.
Hasil positif lain yang diraih oleh program ini adalah perubahan perilaku dari pengunjungnya. Pembeli yang membawa kantong belanja ramah lingkungan di empat pasar tersebut meningkat 21 persen. Lebih dari 600 pedagang di pasar-pasar tersebut mendapatkan pelatihan mengenai tata cara bertransaksi bebas plastik dengan pelanggannya.
Implementasi uji coba Pasar Bebas Plastik adalah kolaborasi Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) dan pemerintah kota setempat. Program ini mendukung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) no. 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Program uji coba Pasar Bebas Plastik secara spesifik menyasar pasar tradisional atau pasar rakyat.
“Uji coba Pasar Bebas Plastik di Bandung dan Banjarmasin berhasil mematahkan stigma bahwa pembeli dan pedagang pasar tradisional masih sulit melepas ketergantungan pada plastik sekali pakai,” kata Ujang Solihin Sidik, Kepala Sub Direktorat Tata Laksana Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah, Kementerian LHK dalam Selebrasi Pembelajaran Kampanye pasar Bebas Plastik di Jakarta, Selasa (26/4).
Pasar rakyat sumber sampah plastik
Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh GIDKP, pasar rakyat merupakan salah satu sumber penghasil sampah plastik terbesar di Indonesia.
Sebanyak 416 juta lembar kantong plastik dalam satu tahun dihasilkan oleh pasar rakyat saja atau sekitar 45 persen dari keseluruhan sumber kantong plastik (selain dari pusat perbelanjaan, toko modern, dan restoran).
Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik mengatakan pasar tradisional dihuni oleh ratusan atau bahkan ribuan pedagang sektor informal. Kiosnya pun milik perorangan. Sistem inventorinya juga tidak tersentralisasi. Akibatnya, pembeli masih dapat meminta penggunaan plastik rangkap.
“Strategi yang kami lakukan adalah mendekati pedagang agar perubahan perilaku yang diprakarsai pedagang dapat menekan pemberian kantong plastik,” kata Tiza.
Tidak hanya memberikan tas ramah lingkungan, program ini bertujuan untuk memahami karakter pedagang dan pengunjung pasar agar kita dapat mencari solusi jangka panjang untuk mengurangi sampah plastik.
“Berkurangnya penggunaan kantong plastik tidak hanya membantu lingkungan dan pengurangan sampah kota Bandung ke TPA. Itu juga membantu pedagang di pasar berhemat rata-rata Rp300.000/bulan,” kata Deti Yulianti, Pengendali Dampak Lingkungan Ahli Muda Sub Koordinator Kerjasama Teknis Operasional, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung.
Pengembangan prototipe wadah pengganti plastik
Dwi Naniek Muhariyani, Kepala Bidang Tata Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin, mengatakan sebagian besar pedagang sebenarnya sudah paham bahwa penggunaan plastik berbahaya. Tetapi, mereka belum menemukan alternatif kemasan untuk komoditas basah. Melalui program ini, kata dia, pedagang dan pengunjung pasar diharapkan lebih percaya diri untuk mengurangi ketergantungan dari plastik.
“Hal ini juga didukung dengan Perwali Kota Banjarmasin yang menghimbau masyarakatnya untuk mengurangi sampah plastik sekali pakai. Kami akan terus mengevaluasi ke depannya,” ucap Dwi Naniek Muhariyani, Kepala Bidang Tata Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin.
Setelah uji coba Pasar Bebas Plastik di dua kota ini, GIDKP berencana membawa hasil pembelajaran ke pasar tradisional lainnya dan fokus untuk mengembangkan prototipe wadah yang lebih ekonomis, mudah dirawat dan dapat digunakan ulang untuk jenis komoditas basah ataupun kering.
“Tantangan selanjutnya adalah perlunya dukungan lebih untuk memastikan keberlanjutan pencapaian di keempat pasar ini. Uji coba ini telah membuktikan bahwa mengurangi sampah plastik di pasar tradisional itu sangat mungkin terjadi. Pekerjaan rumah kita masih banyak karena di Indonesia terdapat lebih dari 16.000 unit pasar tradisional,” kata Tiza.
Sebagai informasi, Program Pasar Bebas Plastik ini didukung oleh Project 'Rethinking Plastics - Circular Economy Solution to Marine Litter', dari Uni Eropa dan Pemerintah Republik Federal Jerman, dan diimplementasikan oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) di Indonesia.