Jakarta, FORTUNE – Mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah bisa saja dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya alam secara masif tanpa memperhatikan keberlanjutan.
Namun, jalan eksploitasi sumber daya secara berlebihan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang lebih luas. Seperti kerusakan alam, bencana alam, serta menurunnya kesejahteraan masyarakat.
Oleh karenanya, Pemerintah Kabupaten Sigi di Sulawesi Tengah tidak memilih hal tersebut. Pemkab Sigi pun telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Sigi Hijau. Melalui perda itu, Kabupaten Sigi berkomitmen mengedepankan pembangunan dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.
Komitmen tersebut disampaikan oleh Bupati Sigi, Mohamad Irwan Lapatta dalam konferensi pers Festival Lestari 5 di Bukit Indah Doda, Rabu (21/6).
Selama hampir 10 tahun memimpin Kabupaten Sigi, Irwan menyadari bahwa wilayahnya tersebut akrab dengan bencana, seperti banjir dan longsor. Karena itu, menurutnya, konsep pembangunan dengan perspektif lingkungan adalah keniscayaan.
Melalui Festival Lestari 5 yang akan berlangsung pada 23-25 Juni 2023. Kabupaten Sigi selaku tuan rumah festival tersebut pun memperoleh kesempatan untuk menyampaikan aspirasi terkait peningkatan potensi wilayah, termasuk perencanaan pembangunan berbasis kelestarian lingkungan yang telah dipetakan.
“Dalam Perda Sigi Hijau, lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang tempat manusia dan unsur-unsur pendukung kehidupan manusia berperilaku dan saling memengaruhi. Dengan demikian, alam dapat berfungsi sebagai suatu sistem pendukung kehidupan yang damai dan harmonis,” ujarnya.
Dia menambahkan, pertumbuhan wilayah yang masif tidaklah penting, jika untuk mengejarnya harus mengorbankan lingkungan. "Pada suatu saat, praktik itu akan menjadi bom waktu bagi kehidupan di masa depan," kata Irwan
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa perut bumi Kabupaten Sigi menyediakan sumber daya alam yang bisa saja dieksploitasi habis-habisan jika pemerintah setempat bertujuan mengejar pertumbuhan ekonomi semata. Pasalnya, wilayah yang ia pimpin itu kaya akan emas, bijih besi, dan hasil hutan berupa kayu.
Tanah di Kabupaten Sigi juga subur dan bisa saja disulap menjadi lahan industri perkebunan sawit. Namun, langkah tersebut tidak diambil, mengingat ada kelestarian alam yang harus dipertimbangkan.
“Jika harus mengolah lahan, tidak boleh serampangan dan membawa mudharat untuk kehidupan generasi mendatang,” ucapnya.
Di samping itu, Festival Lesatari 5 juga menjadi upaya menarik investor seluas-luasnya. Berdasarkan data Sekretariat LTKL bahwa hingga saat ini terdapat 15 pemodal/investor nasional yang menyatakan siap hadir dan bersedia untuk berinvestasi berbasis lingkungan di Sigi. Pemkab Sigi menargetkan realisasi investasi berbasis lingkungan melalui Festival Lestari senilai US$20 juta.
Investasi lestari atau investasi hijau menjadi satu upaya untuk perlindungan lingkungan, sekaligus sebagai upaya pencegahan terjadinya perubahan fungsi lahan dan hutan. "Langkah ini ditempuh dengan tujuan perlindungan dan pengembangan pelestarian lingkungan, serta pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan ekonomi," ucapnya.
Pemkab Sigi, kata dia, menjamin kemudahan investor berinvestasi di Sigi dengan konsep investasi lestari yang di dalamnya juga terkandung skema pelibatan masyarakat dalam pengembangan usaha pada sektor potensial sumber daya alam.
Upaya penerapan ekonomi hijau melalui berbagai sektor
Perda Hijau yang diusung Pemkab Sigi juga berkomitmen mendorong usaha-usaha ekonomi warga tanpa harus merusak lingkungan.
''Ini antara lain yang ingin dicapai pada gelaran festival kali ini. Perdanya sudah ada. Dinas Lingkungan Hidup juga masih ada yang akan menjelaskan. Mestinya kerja-kerja baik yang berangkat dari niat baik tetap harus mendapat tempat,'' katanya.
Setidaknya, ada tujuh desa di Kabupaten Sigi yang menjadi pemasok utama komoditas hortikultura di Pasar Kota Palu. Tujuh desa itu antara lain, Jono Oge, Sidera, Oloboju, Watunonju, Pombeve dan Bora serta desa Soulove. Semua desa tersebut terletak di Kecamatan Biromaru.
Sumber-sumber ekonomi tersebut, kata Bupati Irwan, dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan daerah dengan praktik yang tidak mendegradasi lingkungan. Misalnya, petani kopi, kakao, vanili, dan tanaman hortikultura yang selama ini telah menerapkan praktik perkebunan yang organik dan berkelanjutan.
“Selain itu, saat ini yang sedang dan terus dikembangkan adalah wisata alam. Panorama alam Mantantimali di Desa Wayu, Kecamatan Kinavaro yang menawarkan olahraga paralayang masih terus dikembangkan dan ditawarkan kepada penggemar olahraga outdoor yang memacu adrenalin,” katanya.
Untuk diketahui, wisata paralayang di Desa Wayu akan menjadi salah satu bagian potensi Kabupaten Sigi yang ditampilkan pada Festival Lestari 5. Oleh sebab itu, Bupati Irwan berharap, spot wisata alam dan olahraga ekstrem tersebut menjadi lebih dikenal publik. Dengan begitu, peluang ekonomi terbuka bagi masyarakat di wilayah ini.
Spot wisata alam lainnya yang akan “dipamerkan” dalam Festival Lestari 5 adalah Hutan Ranjuri di Desa Beka. Hutan ini berisi tanaman-tanaman purba dengan ketinggian lebih dari 450 meter. Untuk mencapainya, wisatawan hanya perlu menempuh perjalanan selama 30 menit dari Kota Palu.