Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo mempertanyakan tindakan Kementerian Perdagangan yang meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk meninjau ulang hasil verifikasi PT Sucofindo terkait klaim pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng ke pelaku usaha.
Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey, menyayangkan sikap Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang bakal meminta audit ulang kepada BPKP dan BPK. Padahal, dalam pernyataan sebelumnya, jika Legal Opinion (LO) dari kejaksaan Agung telah dirilis dengan perintah bayar, maka selisih harga akan segera dibayarkan
“Jika memang ada ketidakcocokan data, harusnya dari awal dilakukan klarifikasi antara data verifikator dengan data produsen dan Aprindo. Untuk apa data diverifikasi oleh BPK/BPKP?” kata Roy dalam keterangannya, dikutip Senin (12/6).
Dia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membayarkan utang rafaksi minyak goreng. Padahal, menurutnya, para pelaku usaha ritel telah menjalankan mandat pemerintah dengan menjual minyak goreng satu harga ketika terjadi lonjakan harga dan stok menipis.
“Mungkin Mendag agak lupa bahwa amanah yang di embannya dari Presiden bukanlah secara perorangan, tetapi amanah yang di embannya adalah mewakili satu institusi negara,” ujarnya.
Roy berharap kasus utang rafaksi minyak goreng dapat cepat selesai.
Ada perbedaan angka sampai ratusan miliar
Dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bersama Mendag pada Selasa (5/6), Zulkifli Hasan mengatakan terdapat perbedaan angka tagihan rafaksi minyak goreng oleh auditor independen, PT Sucofindo, dan pelaku usaha.
Menurut Zulkifli, jumlah tagihan yang diajukan oleh pelaku usaha mencapai Rp812 miliar, sementara hasil dari verifikasi PT Sucofindo mencapai Rp474 miliar. Dengan begitu, perbedaannya mencapai Rp338 miliar. Sehingga ia meminta dilakukan audit ulang kepada auditor negara.
Perbedaan angka, ujar Zulkifli, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya klaim penyaluran yang tidak dilengkapi bukti hingga tingkat pengecer, biaya distribusi yang tidak dapat diyakini, hingga penyaluran yang melebihi tenggat waktu.
Alasan utang rafaksi minyak goreng belum dibayar
Kemendag sebelumnya telah meminta pendapat hukum dan pendampingan hukum ke Kejaksaan Agung terkait pembayaran rafaksi minyak goreng. Pasalnya, dasar hukum pembayaran rafaksi tersebut, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh BPDPKS, telah dicabut. Aturan itu digantikan dengan Permendag Nomor 6 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.
Dengan dicabutnya Permendag Nomor 3 tahun 2022, BPDPKS belum bisa membayar rafaksi minyak goreng ke produsen dan peritel.