Beda Hitung Utang Migor, Aprindo: Harusnya dari Awal Klarifikasi

Pelaku usaha sayangkan pernyataan Mendag.

Beda Hitung Utang Migor, Aprindo: Harusnya dari Awal Klarifikasi
Sejumlah warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasan saat peluncuran minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7). (Antara/Galih Pradipta).
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo mempertanyakan tindakan Kementerian Perdagangan yang meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pengawas Keuangan (BPK) untuk meninjau ulang hasil verifikasi PT Sucofindo terkait klaim pembayaran selisih harga atau rafaksi minyak goreng ke pelaku usaha.

Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey, menyayangkan sikap Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan yang bakal meminta audit ulang kepada BPKP dan BPK. Padahal, dalam pernyataan sebelumnya, jika Legal Opinion (LO) dari kejaksaan Agung telah dirilis dengan perintah bayar, maka selisih harga akan segera dibayarkan

“Jika memang ada ketidakcocokan data, harusnya dari awal dilakukan klarifikasi antara data verifikator dengan data produsen dan Aprindo. Untuk apa data diverifikasi oleh BPK/BPKP?” kata Roy dalam keterangannya, dikutip Senin (12/6).

Dia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membayarkan utang rafaksi minyak goreng. Padahal, menurutnya, para pelaku usaha ritel telah menjalankan mandat pemerintah dengan menjual minyak goreng satu harga ketika terjadi lonjakan harga dan stok menipis.

“Mungkin Mendag agak lupa bahwa amanah yang di embannya dari Presiden bukanlah secara perorangan, tetapi amanah yang di embannya adalah mewakili satu institusi negara,” ujarnya.

Roy berharap kasus utang rafaksi minyak goreng dapat cepat selesai. 

Ada perbedaan angka sampai ratusan miliar

Dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bersama Mendag pada Selasa (5/6), Zulkifli Hasan mengatakan terdapat perbedaan angka tagihan rafaksi minyak goreng oleh auditor independen, PT Sucofindo, dan pelaku usaha.

Menurut Zulkifli, jumlah tagihan yang diajukan oleh pelaku usaha mencapai Rp812 miliar, sementara hasil dari verifikasi PT Sucofindo mencapai Rp474 miliar. Dengan begitu, perbedaannya mencapai Rp338 miliar. Sehingga ia meminta dilakukan audit ulang kepada auditor negara.

Perbedaan angka, ujar Zulkifli, disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya klaim penyaluran yang tidak dilengkapi bukti hingga tingkat pengecer, biaya distribusi yang tidak dapat diyakini, hingga penyaluran yang melebihi tenggat waktu.

Alasan utang rafaksi minyak goreng belum dibayar

Kemendag sebelumnya telah meminta pendapat hukum dan pendampingan hukum ke Kejaksaan Agung terkait pembayaran rafaksi minyak goreng. Pasalnya, dasar hukum pembayaran rafaksi tersebut, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh BPDPKS, telah dicabut. Aturan itu digantikan dengan Permendag Nomor 6 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit.

Dengan dicabutnya Permendag Nomor 3 tahun 2022, BPDPKS belum bisa membayar rafaksi minyak goreng ke produsen dan peritel. 

Magazine

SEE MORE>
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024

IDN Channels

Most Popular

Apa Itu BRICS: Sejarah dan Perannya Melawan Dominasi G7
Indonesia Mulai Proses Pengajuan Keanggotaan BRICS
Melawan Putusan Pailit, Sritex Ajukan Kasasi
Prabowo Bakal Hapus Utang 6 Juta Petani & Nelayan, Jadi Beban Bank?
RI Bakal Gabung BRICS, CSIS: Tak Perlu Karena Sudah Ada di G20
SIDO Bagi Dividen Interim Rp18/Saham, Ini Jadwalnya