Jakarta, FORTUNE – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan bursa CPO yang ditunjuk pemerintah harus tepercaya, baik di pasar domestik maupun internasional.
Bursa tersebut juga harus mampu memberikan layanan yang optimal kepada pelaku usaha, serta memiliki biaya transaksi CPO yang kompetitif atau minimal sama dengan biaya transaksi CPO yang dilakukan selama ini oleh pelaku usaha Indonesia di bursa Malaysia.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan sekaligus Plh Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Isy Karim.
“Diharapkan kebijakan yang akan dijalankan dapat diimplementasikan dengan mempertimbangkan kontrak jangka panjang (long term contract) dan mudah dalam pelaksanaannya. Selanjutnya, diperlukan pelatihan dan sosialisasi terkait tata cara serta mekanisme ekspor melalui bursa berjangka kepada pelaku usaha,” kata dia dalam keterangan resminya, Kamis (29/6).
Menurut Isy, pembentukan bursa berjangka untuk ekspor CPO sudah searah dengan amanah Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 1997 sebagaimana diamandemen menjadi UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK).
Hanya CPO tertentu yang masuk ke dalam bursa
Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Farid Amir, mengatakan kebijakan ekspor melalui bursa berjangka komoditi hanya akan mengatur CPO dengan kode HS15111000.
Kebijakan tersebut tidak berlaku untuk produk turunan dari CPO dengan kode tersebut. Menurut Amir, produk CPO dengan kode HS15111000 dipilih lantaran volumenya tidak terlalu besar sehingga tidak menimbulkan guncangan besar saat diimplementasikan.
Farid menjelaskan bahwa secara garis besar tidak ada perubahan signifikan pada alur bisnis kebijakan ekspor CPO melalui bursa berjangka. Hanya saja ada penambahan satu proses sebelum eksportir melakukan ekspor CPO, yaitu harus ditransaksikan di bursa berjangka. Lalu, bukti pembelian CPO dapat diterbitkan oleh bursa. Nantinya, bukti pembelian tersebut menjadi dokumen yang akan digunakan dalam pemrosesan Persetujuan Ekspor (PE).
"Pihak–pihak yang berhak melakukan ekspor adalah Eksportir Terdaftar (ET) dan memiliki Hak Ekspor (HE) yang diperoleh dari pemenuhan atas kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan/atau dari pihak yang mengalihkan HE atas pemenuhan DMO,” kata Farid.
Rancangan aturan terkait bursa CPO
Sementara itu, Sekretaris Bappebti, Olvy Andrianita, menjelaskan tentang Rancangan Peraturan Bappebti dan Rancangan Peraturan serta Tata Tertib Bursa.
Menurutnya, Rancangan Peraturan Bappebti tentang Petunjuk Teknis Perdagangan Pasar Fisik untuk Ekspor CPO mengatur, antara lain, tata kelola bursa CPO dan lembaga kliring CPO, persyaratan perizinan bursa CPO dan lembaga kliring CPO, tata cara perdagangan di bursa CPO, mekanisme pengawasan oleh Bappebti dan bursa CPO, mekanisme penyelesaian perselisihan dan force majeur.
Kemudian, Peraturan Tata Tertib (PTT) ekspor CPO melalui bursa berjangka berisi ketentuan lebih teknis yang mencakup persyaratan dan tata cara penerimaan peserta penjual/peserta pembeli, hak dan kewajiban peserta penjual/peserta pembeli, biaya jaminan transaksi, mekanisme pengawasan, mekanisme penyerahan fisik CPO dan force majeur.
“Dalam prosesnya, ketiga kebijakan/ketentuan teknis tersebut harus komprehensif dan sinergis sehingga perlu mendapatkan masukan dari para pemangku kepentingan. Kebijakan ekspor CPO juga harus selaras dengan kebijakan pemenuhan kebutuhan CPO dalam negeri, sehingga tidak memberatkan pelaku usaha,” kata Olvy.