Jakarta, FORTUNE - Rapat teknis pemerintah, yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu (16/03), memastikan bahwa harga Minyak Goreng Sawit (MGS) curah di masyarakat tidak lebih dari Rp14.000 per liter. Selisih harga keekonomian dan Harga Eceran Tertinggi (HET) akan ditanggung pemerintah.
Melalui skema tersebut, 202 juta liter minyak goreng curah per bulan bakal disubsidi, dan pelaksanaannya akan berlangsung selama 6 bulan.
Selisih harga keekonomian MGS Curah dengan HET yang dihitung sekitar Rp6.398 per liter dan total alokasi dana sekitar Rp7,28 triliun. Dana subsidi itu akan berasal dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan sudah dikonfirmasi oleh Kepala Divisi Perusahaan BPDPKS, Achmad Maulizal Sutawijaya, melalui pesan singkat, Jumat (16/3).
Dengan demikian, Menteri Perdagangan akan segera merevisi Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit, serta mencabut Permendag Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Peraturan Ekspor yang terkait dengan DMO dan DPO.
Kemenperin bakal menunjuk penyedia minyak goreng curah bersubsidi
Sementara itu, Kementerian Perindustrian bakal menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian mengenai penyediaan MGS Curah untuk kebutuhan masyarakat dalam kerangka pembiayaan BPDPKS. Keputusan Menteri Perindustrian akan menetapkan daftar pabrik MGS peserta program MGS subsidi curah, serta Keputusan Dirjen mengenai Harga Acuan Keekonomian MGS Curah yang ditetapkan secara reguler setiap dua pekan.
Dalam kebijakan ini, harga minyak goreng kemasan disesuaikan dengan harga keekonomian sesuai mekanisme pasar sehingga ketersediaan minyak goreng di masyarakat dapat terjamin. Namun, pemerintah tetap akan memantau dan mengevaluasi harga minyak goreng tersebut.
Pemerintah juga melakukan upaya mitigasi terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran MGS Curah melalui pengawasan dari hulu hingga hilir oleh Polri dan Satgas Pangan di seluruh wilayah Indonesia.
Skema pungutan ekspor CPO diubah
Skema pungutan ekspor direvisi sesuai kesepakatan Rakortas tanggal 13 Maret 2022, dengan membuka batas atas sampai dengan US$1.500 per ton. Sebelumnya, batas atas pengenaan tarif progresif dipatok US$1.000 per ton.
Jadi, ketika harga CPO di atas US$1.500 per ton, tarif pungutan ekspornya US$375.
Sementara itu, tarif batas bawah ditetapkan US$55 saat harga CPO di bawah atau sama dengan US$750 per ton. Tarif itu akan terus bertambah US$20 per kenaikan harga CPO US$50 hingga menyentuh batas atas pungutan di posisi US$1.500 per ton.
Perbedaan lain adalah Tarif RBD Palm Oil dan RBD Palm Kernel Oil naik dari US$25 per ton menjadi US$38 per ton.
Selain itu, ekspor produk Used Cooking Oil (UCO) dikenakan tarif flat US$35 per ton. Ekspor Palm Oil Mill Effluent (POME) dikenakan flat US$5 per ton.
Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan. Aturan ini disahkan pada Kamis, (17/3).
Saat ini bea keluar CPO untuk Februari 2022 merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 1/PMK.010/2022 sebesar US$200 per metrik ton. Jika mengacu pada pernyataan Menteri Perdagangan saat tinjauannya di Pasar Senen, Jakarta Pusat, yang menyebut kenaikan pungutan ekspors dan bea keluar menjadi US$675 per ton, bea keluar CPO berpotensi naik senilai US$100 per ton menjadi US$300 per ton.