Jakarta, FORTUNE – Pembangkit Listrik Tenaga Uap alias PLTU berbahan bakar batu bara milik PLN dituding sebagai kontributor utama polusi udara di Jakarta dan sekitarnya.
Direktur Utama PLN Indonesia Power (PLN IP), Edwin Nugraha Putra, mengeklaim bahwa PLTU yang dikelolanya telah mengadopsi teknologi ramah lingkungan, yakni electrostatic precipitator (ESP) dan continuous emission monitoring system (CEMS).
Teknologi tersebut, kata dia, terpasang pada tiap-tiap cerobong pembangkit untuk memastikan emisi gas buang mampu ditekan dengan maksimal.
“ESP merupakan teknologi ramah lingkungan pada PLTU yang berfungsi untuk menangkap debu dari emisi gas buang dengan ukuran sangat kecil,” kata dia lewat keterangan pers yang dikutip Kamis (24/8).
Selain ESP, PLN juga memasang Low NOx Burner dan memilih batu bara rendah sulfur (coal blending) pada setiap PLTU. Dengan begitu, emisi yang dikeluarkan oleh PLTU selalu aman dan berada di bawah ambang batas pemenuhan baku mutu sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor 15 tahun 2019.
Abu pembakaran selalu dipantau
CEMS sendiri, kata Edwin, merupakan teknologi yang berguna untuk memantau emisi pembangkit secara terus-menerus.
Emisi yang keluar dari cerobong dapat dipantau secara real time serta dipastikan tidak melebihi baku mutu udara ambien yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Prinsip kerja ESP adalah dengan memberi muatan negatif kepada abu hasil pembakaran melalui beberapa elektroda. Jika abu tersebut diteruskan ke dalam sebuah kolom yang terbuat dari pelat yang memiliki muatan lebih positif, maka secara alami abu akan tertarik oleh pelat bermuatan positif tersebut.
Abu hasil pembakaran akan terakumulasi dan sebuah sistem khusus akan membuat abu tersebut jatuh ke bawah dan keluar dari sistem ESP. Efisiensi penyaringan abu dengan ESP mampu mencapai 99,99 persen.
“Pemantauan itu berlaku real time, sehingga kualitas udara di sekitar pembangkitan listrik dipastikan aman atau bisa terkendali di bawah baku mutu ambien yang ditetapkan pemerintah,” katanya.
Edwin mencontohkan hasil pemantauan CEMS per 15 Agutus 2023 yang merekam emisi masih lebih rendah dari baku mutu yang ditentukan oleh Kementerian LHK.
“Pemantauan ini dilakukan agar operasional pembangkitan listrik berjalan dengan ramah lingkungan,” ujarnya.
Pemerintah tuding sebab polusi udara adalah transportasi dan menufaktur
Senada dengan Edwin, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Luckmi Purwandari, mengatakan penyebab polusi di Jakarta dan sekitarnya bukan PLTU.
“Sektor transportasi dan manufaktur masih menjadi masalah utama pencemaran udara di Jakarta,” katanya.
Bahkan, Luckmi mengatakan hasil rapat terbatas (ratas) terakhir memaparkan sektor transportasi menjadi penyebab utama.
“Berdasarkan inventarisasi emisi dari berbagai riset beberapa tahun terakhir, pembuangan emisi dari sektor transportasi memang menjadi penyebab utama polusi di Jakarta, disusul industri,” ujarnya.