Jakarta, FORTUNE – Pemerintah mengizinkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengungkapkan, nilai anggaran yang akan dikeluarkan pemerintah masih belum dapat ditentukan. Sebab, pencairannya masih membutuhkan audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Ini kondisi mau tidak mau supaya kereta cepat segera terlaksana, pemerintah perlu ikut memberikan pendanaan, karena corona membuat proyek terhambat,” kata Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, Minggu (10/10).
Akibat kesulitan itu, BUMN yang tergabung dalam konsorsium kereta cepat belum menyetorkan modal untuk proyek strategis nasional tersebut. BUMN yang terlibat adalah PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero). Arus keuangan seluruh perusahaan pelat merah itu tengah terganggu, sehingga kemampuannya terganjal dalam memberikan pembiayaan untuk proyek tersebut.
Pada 6 Oktober lalu, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan menggantikan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015.
Anggaran kereta cepat membengkak
Arya menjelaskan, salah satu persoalan yang menyebabkan pembengkakan biaya adalah perubahan desain lantaran perbedaan kondisi geologis dan geografis dibanding perkiraan awal. Berikutnya adalah kenaikan harga tanah yang berimbas pada kenaikan biaya proyek.
PMN menjadi salah satu opsi pendanaan untuk membiayai kekurangan setoran modal PT Kereta Api Indonesia di PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC) dan pembengkakan biaya proyek kereta cepat yang diperkirakan mencapai US$1,9 miliar (sekitar Rp 27,17 triliun). Padahal dari perencaan awal memakan biaya US$6,07 miliar atau setara Rp 86,5 triliun. Artinya, secara keseluruhan proyek ini akan memakan anggaran sekitar US$8 miliar.
Arya memastikan proses audit dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah risiko terjadinya korupsi dalam megaproyek itu. “Jadi tidak ada yang namanya kelebihan anggaran ataupun akibat pandemi, kita jaga lah tidak ada potensi apapun di sana. tidak ada potensi korupsi, penyelewengan tidak akan kami akomodir,” ujarnya.
Dia menambahkan, setelah proses audit selesai dilakukan dan estimasi biaya bisa dipastikan, maka tahap selanjutanya pengajuan. Setelah itu, proses pencairan anggaran pun akan dilakukan dengan rentang waktu yang belum bisa diperkirakan kapan akan dilakukan.
“Kami ketika meminta bantuan dengan pemerintah itu angkanya benar-benar sudah bersih. Itu prinsipnya, kami benar-benar minta audit jadi mudah-mudahan selesai dalam Desember ini,” ujarnya.
Jokowi restui penggunaan APBN
Dalam peraturan lama, pendanaan kereta cepat tidak menggunakan dana APBN. Komitmen awal seperti yang tertulis dalam Pasal 4 Ayat (2) Peraturan Presiden No.107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta Bandung menyebut bahwa Pelaksanaan tidak menggunakan dana dari APBN, serta tidak mendapatkan jaminan pemerintah.
Sedangkan dalam peraturan baru, Jokowi mengizinkan APBN mendanai kereta cepat. Melalui aturan anyar yakni Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi merinci pembiayaan dari APBN dilakukan dalam dua bentuk.
Pertama adalah penyertaan modal negara (PMN) kepada konsorsium BUMN yang menggarap proyek ini. PMN diberikan untuk memenuhi kekurangan kewajiban penyetoran modal dasar pada perusahaan patungan, kemudian untuk memenuhi kewajiban perusahaan patungan akibat kenaikan atau pembengkakan biaya proyek (cost overrun). Bila terjadi kenaikan biaya, pemimpin konsorsium BUMN dapat mengajukan permohonan kepada Menteri BUMN untuk memperoleh dukungan dengan menyertakan kajian mengenai dampaknya terhadap studi kelayakan terakhir
Luhut jadi Ketua Komite Kereta Cepat
Melalui aturan anyar tersebut, Jokowi pun menunjuk Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung. “Dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi," bunyi Pasal 3A Ayat (1) Perpres.
Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung setidaknya mempunyai dua tugas utama. Pertama, menyepakati dan/atau menetapkan langkah yang perlu diambil untuk mengatasi bagian kewajiban perusahaan patungan dalam hal terjadi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya (cost overrun) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Tugas itu meliputi perubahan porsi kepemilikan perusahaan patungan, dan/atau penyesuaian persyaratan serta jumlah pinjaman yang diterima oleh perusahaan patungan.
Tugas kedua yakni menetapkan bentuk dukungan pemerintah yang dapat diberikan untuk mengatasi bagian kewajiban perusahaan patungan dalam hal terjadi masalah kenaikan dan/atau perubahan biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Tugasnya meliputi rencana penyertaan modal negara kepada pimpinan konsorsium badan usaha milik negara (BUMN) untuk keperluan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, serta pemberian penjaminan pemerintah atas kewajiban pimpinan konsorsium BUMN apabila diperlukan.