Jakarta, FORTUNE - Negara anggota BRICS menyetujui komunike pada pertemuan selama tiga hari, yakni 22–24 Oktober 2024, di kota Kazan, Rusia. Pada dokumen dari pertemuan tersebut, terdapat bahasan mengenai berbagai krisis dan tantangan global serta seruan bagi tatanan internasional yang lebih adil dan setara.
BRICS merupakan singkatan dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan yang didirikan pada 2006. Saat ini, KTT BRICS 2024 menjadi yang ke-16, yang kali ini diselenggarakan oleh tuan rumah Rusia.
Kantor berita Rusia, RT, melansir pada Kamis (24/10), komunike yang dinamakan Deklarasi Kazan atau Kazan Declaration setidaknya menyapakati enam poin utama. Berikut isi deklarasinya:
1. Menjadi pusat kekuatan baru
BRICS menegaskan kembali komitmennya untuk mempromosikan tatanan dunia multipolar tempat semua negara memiliki hak bicara yang sama dalam urusan global. Hal ini tecermin pada seruan deklarasi tersebut untuk representasi yang lebih besar dari negara-negara berkembang pada lembaga-lembaga internasional.
"Kami mencatat munculnya pusat-pusat kekuasaan baru, pengambilan keputusan kebijakan, dan pertumbuhan ekonomi, yang dapat membuka jalan bagi tatanan dunia multipolar yang lebih adil, demokratis, dan seimbang," demikian isi dokumen tersebut.
Sistem tersebut akan memberikan manfaat lebih bagi negara-negara berkembang, ketimbang tatanan internasional yang saat ini dipimpin Barat.
Negara-negara BRICS menyambut baik pengaruh organisasi regional seperti Uni Afrika dan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) yang semakin besar. Organisasi-organisasi ini dipandang sebagai platform penting untuk mempromosikan kerja sama ekonomi, keamanan, dan pertukaran budaya di antara negara-negara anggotanya.
Deklarasi tersebut juga menyerukan penguatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menyelesaikan sengketa perdagangan dan perluasan Dewan Keamanan PBB untuk menyediakan representasi yang lebih besar bagi negara-negara berkembang.
2. Kesetaraan kedaulatan dan mitra baru BRICS
BRICS menekankan bahwa semua negara memiliki hak untuk mengejar jalur pembangunan mereka sendiri dan membuat keputusan tentang urusannya tanpa campur tangan dari negara lain.
“Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap semangat BRICS, yakni saling menghormati dan memahami, kesetaraan kedaulatan, solidaritas, demokrasi, keterbukaan, inklusivitas, kolaborasi, dan konsensus,” demikian deklarasi tersebut.
BRICS juga mencatat ketertarikan negara-negara di belahan bumi selatan untuk bekerja sama, jika tidak bergabung, dengan blok tersebut, dengan demikian mendukung dengan status negara mitra BRICS.
"Kami sangat yakin bahwa perluasan kemitraan BRICS dengan negara-negara pasar berkembang dan EMDC akan semakin memperkuat semangat solidaritas dan kerja sama internasional sejati demi kepentingan semua pihak," ungkapnya.
Dengan hampir tiga lusin negara yang menyatakan minatnya untuk bergabung dengan blok ekonomi tersebut, Rusia menganggap pembentukan kategori mitra BRICS sebagai opsi terbaik untuk potensi perluasan.
3. Menentang tindakan koersif negara barat
Deklarasi ini juga mengutuk semua sanksi dan tindakan pemaksaan sepihak sebagai hal yang tidak sesuai dengan hukum internasional, dan menyoroti implikasinya yang luas terhadap hak asasi manusia.
“Kami sangat prihatin dengan dampak negatif dari tindakan pemaksaan sepihak yang melanggar hukum, termasuk sanksi ilegal, terhadap ekonomi dunia, perdagangan internasional, dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan,” begitu isi deklarasi.
BRICS mencatat bahwa sanksi ekonomi secara tidak proporsional memengaruhi masyarakat miskin dan rentan di negara-negara yang menjadi sasaran. Pihaknya juga mengutuk tindakan sepihak yang mengatasnamakan masalah iklim dan lingkungan, serta tindakan proteksionis sepihak yang sengaja mengganggu rantai pasok global, guna mendistorsi persaingan.
"Mengakui peran anggota BRICS sebagai produsen sumber daya alam terbesar di dunia, kami menggarisbawahi pentingnya memperkuat kerja sama di antara anggota BRICS di seluruh rantai nilai dan sepakat untuk mengambil tindakan bersama guna menentang tindakan proteksionis sepihak," demikian BRICS.
4. Sepakat menggunakan mata uang lokal yang tidak diskriminatif
BRICS sepakat untuk memanfaatkan mata uang lokal untuk bertransaksi antar anggota dan mitra dagang yang dinilai tidak diskriminatif. Dokumen ini juga menyerukan pembentukan Prakarsa Pembayaran Lintas Batas BRICS.
Dokumen tersebut mendukung proyek-proyek pembiayaan Bank Pembangunan Baru BRICS dalam mata uang lokal dan pertumbuhannya menjadi lembaga pembangunan multilateral terkemuka.
"Kami menyadari manfaat luas dari instrumen pembayaran lintas batas yang lebih cepat, berbiaya rendah, lebih efisien, transparan, aman, dan inklusif yang didasarkan pada minimalisasi hambatan perdagangan dan jaminan akses non-diskriminatif," bunyi pernyataan dokumen tersebut.
5. Konflik timur Tengah
Deklarasi BRICS menyoroti pentingnya mempromosikan keamanan global melalui diplomasi, mediasi, dan dialog yang inklusif. Organisasi ini juga mengakui perlu menghormati masalah keamanan yang sah dan wajar dari semua negara. Oleh karena itu, BRICS perlu terlibat dalam upaya pencegahan konflik, termasuk melalui penanganan akar penyebabnya.
"Kami tegaskan kembali keprihatinan mendalam kami atas memburuknya situasi dan krisis kemanusiaan di wilayah Palestina yang diduduki, khususnya eskalasi kekerasan yang belum pernah terjadi sebelumnya di Jalur Gaza dan Tepi Barat sebagai akibat dari serangan militer Israel. Operasi Israel telah menyebabkan pembunuhan massal dan cederanya warga sipil, pengungsian paksa, dan penghancuran infrastruktur sipil secara luas," demikian bunyi deklarasi tersebut.
BRICS menyerukan Hamas untuk segera membebaskan sandera Israelnya, dan Israel untuk segera menghentikan operasi militer dan menarik diri dari Gaza. Pengeboman dan invasi darat Israel ke Lebanon juga dikecam, sementara sabotase terhadap ribuan perangkat komunikasi Hizbullah pada bulan September digambarkan sebagai serangan teroris.
Dokumen tersebut mengutuk kehadiran militer asing ilegal di Suriah, merujuk pada sekitar 800 tentara AS yang masih berada di negara itu tanpa persetujuan Damaskus, dan mengecam pengeboman Israel terhadap konsulat Iran di ibu kota Suriah, yang menewaskan Brigadir Jenderal Iran Mohammad Reza Zahedi dan delapan perwira militer Iran lainnya.
6. Ukraina
Karena negara-negara BRICS telah mengadopsi kebijakan netralitas pada konflik Rusia-Ukraina, deklarasi tersebut tidak mengikat kelompok tersebut untuk mendukung kedua belah pihak. Sebaliknya, deklarasi tersebut menekankan bahwa semua negara harus bertindak secara konsisten dengan tujuan dan Prinsip Piagam PBB dan mengakui proposal yang relevan untuk mediasi yang ditujukan pada penyelesaian konflik secara damai melalui dialog dan diplomasi.
Bahasa ini mirip dengan deklarasi yang dirilis bulan lalu oleh Brasil, Cina, dan selusin anggota lain dari Friends of Peace Group yang menyerukan penyelesaian yang komprehensif dan langgeng untuk konflik tersebut.
Namun, Ukraina telah menolak semua proposal perdamaian kecuali proposalnya sendiri, yang menuntut Rusia membayar ganti rugi, memulihkan perbatasan Ukraina pada 1991, dan menyerahkan pejabatnya untuk menghadapi pengadilan kejahatan perang. Sebaliknya tuntutan tersebut ditolak oleh Moskow sebagai delusi.