Jakarta, FORTUNE - Penerapan Undang-undang Anti Deforestasi Uni Eropa atau European Union Deforestation-Free Regulations (EUDR) jadi perhatian khusus pemerintah Indonesia. Maklum, penerapan UU itu akan berdampak terhadap ekspor komoditas Indonesia ke Uni Eropa.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan kebijakan tersebut diperkirakan akan memengaruhi 15–17 juta pekebun Indonesia dengan nilai produk hingga mencapai US$7 miliar atau lebih dari Rp104 triliun.
"Dan juga masalah geolocation yang kita berkeberatan, karena tidak perlu geolocation untuk setiap produk itu dicek karena kita punya [produk] berbasis standar RSPO ataupun SVLK," kata Airlangga dalam pernyataan pers yang dikutip Jumat (14/7).
Dia pun menyebut EUDR akan berimbas pada sejumlah komoditas lain, yaitu sapi, kakao, sawit, soya, timber (kayu), dan karet.
Airlangga menjelaskan bahwa EUDR juga akan berdampak pada produk-produk sesuai dengan risiko deforestasi, dengan produk berisiko tinggi mendapat bea tambahan 8 persen, risiko sedang 6 persen, dan risiko rendah 4 persen.
Indonesia berharap dapat disesuaikan
Agar tidak dikenai bea tambahan tersebut, ujarnya, maka produk yang akan masuk ke Eropa harus terverifikasi. Pemerintah pun mengajukan proposal agar panduan verifikasi tersebut mengadopsi beberapa sertifikasi lokal.
Pemerintah Indonesia berharap pedoman pelaksanaan UU Anti Deforestasi Uni Eropa dapat mengadopsi apa yang telah menjadi praktik terbaik selama ini, seperti Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk kayu atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) untuk komoditas sawit.
Menghambat ekspor komoditas Indonesia
Pada kesempatan terpisah, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan kebijakan tersebut diskriminatif karena menyasar produk-produk Indonesia yang harus terjamin bebas dari praktik deforestasi.
Dia mengatakan pemerintah akan berupaya mengajak negara-negara lain yang turut terdampak kebijakan tersebut untuk melakukan perlawanan.
"Nanti berunding melakukan perlawanan tentu mengajak negara-negara yang punya kesamaan seperti Malaysia," ujar Zulkifli, yang juga menekankan bahwa kebijakan itu menghambat ekspor produk Indonesia karena sejumlah komoditas perkebunan, seperti kopi, lada, cokelat, kelapa sawit, karet hingga cengkeh harus lolos verifikasi yang menjamin produk tersebut tidak berasal dari kawasan hasil penggundulan hutan.