Jakarta, FORTUNE – Harga gula terus merangkak naik. Mengacu Panel Harga Badan Pangan Nasional, harga gula konsumsi secara rata-rata bulanan nasional di tingkat pedagang eceran berada di kisaran Rp15.700 per kilogram, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang masih di kisaran Rp14.940 per kilogram.
Jika dibandingkan harga 2022 lalu, rata-rata nasional eceran per Oktober adalah Rp14.250 per kilogram.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, mengungkapkan penyebab naiknya harga gula konsumsi di pasar disebabkan adanya kenaikan harga pokok produksi (HPP) di tingkat Produsen sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 17 tahun 2023.
“Salah satu penyebab kenaikan harga gula konsumsi di tingkat konsumen ialah penyesuaian Harga Pokok Produksi (HPP) di tingkat produsen,” kata Arief dalam keterangan resmi, Jumat (6/10).
Saat ini, HPP di tingkat produsen ditetapkan menjadi Rp12.500 per kilogram dari sebelumnya Rp11.500 per kilogram. Penyesuaian harga gula konsumen juga terjadi di tingkat konsumen dari Rp13.500 per kilogram menjadi Rp14.500 per kilogram, dan Rp15.500 per kilogram khusus wilayah 3TP (Terluar, Terdepan, Tertinggal, dan Perbatasan).
Arief mengatakan, penyesuaian harga gula menjadi salah satu upaya pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekosistem pergulaan nasional, baik terkait biaya produksi maupun sikap keberpihakan terhadap konsumen dan pelaku usaha.
Dalam sembilan tahun terakhir, HPP Gula Konsumsi di tingkat produsen naik secara bertahap, dari yang hanya sebesar Rp8.100 per kilogram per 2013, bergerak di kisaran Rp 8.500 per kilogram di 2014, keudian Rp8.900 per kilogram di tahun berikutnya.
Pada 2016, harga gula bergerak di kisaran Rp9.100 per kilogram, lalu Rp9.700 per kilogram (2017), Rp9.700 per kilogram (2018) dan 2019 sebesar Rp 9.700 per kilogram.
Harga gula menyentuh Rp10ribu di 2020 sebesar Rp10.500 per kilogram, Rp10.500 per kilogram (2021), dan 2022 sebesar Rp11.500 per kilogram. HPP ini masih berada di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP) yang dikeluarkan petani.
Perlu konsistensi menyerap hasil petani
Arief juga menyoroti konsistensi para pelaku usaha pergulaan untuk secara bersama-sama membangun industri pergulaan nasional yang sehat. Awal 2023 di mana kondisi harga rendah, pemerintah mendorong para pelaku usaha untuk menyerap hasil produksi petani.
Namun ketika selesai giling justru harga gula malah terkerek naik. Arief berharap para pelaku usaha bisa konsisten membangun kerja sama yang berkelanjutan bersama pemerintah dan stakeholders lainnya.
"Jadi pada saat harga itu Rp12.500 semuanya ngambil dengan harga di bawah 12.500, tapi pas sekarang petani sudah nggak giling, harganya jadi Rp13.000," katanya.
Ke depan, pemerintah perlu menyiapkan pendanaan yang kuat untuk membeli pada saat panen tebu sampai dengan musim giling berakhir, sehingga produk petani itu dibeli dengan harga yang bagus..