Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menanggapi pernyataan Bank Dunia mengenai harga Beras di Indonesia sebagai yang tertinggi di Asia Tenggara. Menurut Jokowi, tingginya harga beras di Tanah Air disebabkan oleh harga beras impor yang dihitung berdasarkan skema free on board (FOB).
"Harga beras FOB berkisar antara US$530 hingga US$600, ditambah biaya pengiriman sekitar US$40. Jika dibandingkan, seharusnya kita melihat harga di tingkat konsumen untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas," kata Jokowi dalam video yang diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Kamis (26/9).
Dia mengatakan bahwa harga beras impor sudah tergolong tinggi, yakni antara US$530 hingga US$600 per ton, atau sekitar Rp8 juta hingga Rp9 juta per ton.
Dengan tambahan biaya pengiriman, total harga beras impor menjadi sekitar Rp8,6 juta hingga Rp9,6 juta per ton, atau sekitar Rp8.600 hingga Rp9.600 per kilogram. Dalam skema FOB, penjual bertanggung jawab hanya hingga ketika barang dimuat di kapal, sedangkan pembeli menanggung risiko setelah itu.
Menyinggung tentang pendapatan petani yang dianggap rendah oleh Bank Dunia, Jokowi menjelaskan bahwa harga jual gabah kering panen harus stabil untuk mendukung pendapatan petani.
Badan Pangan Nasional (Bapanas) berupaya menjaga harga gabah di tingkat petani pada Rp6.000 per kilogram agar mereka tetap mendapatkan keuntungan, sekaligus menjaga stabilitas harga beras di tingkat konsumen.
"Cek harga gabah di petani. Dulu Rp4.200, sekarang Rp6.000 per kilogram. Itu untuk gabah, bukan beras. Jadi, bisa dilihat juga indeks pertukaran petani (NTP)," ujarnya.
Bank Dunia sebut pendapatan petani Indonesia rendah
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Carolyn Turk, sebelumnya sempat melontarkan pernyataan mengenai harga beras di Indonesia yang 20 persen lebih mahal dibandingkan dengan harga di pasar global.
Tidak hanya itu, dia pun mengatakan bahwa harga beras di Indonesia konsisten tinggi di Asean.
Selain itu, Bank Dunia menyatakan bahwa petani padi memiliki pendapatan lebih rendah dibandingkan petani hortikultura. Rata-rata pendapatan bersih petani kecil, berdasarkan Survei Pertanian Terintegrasi oleh Badan Pusat Statistik, hanya sekitar Rp5 juta per tahun.
“Pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari US$1 per hari atau US$341 per tahun, yang menunjukkan rendahnya keuntungan dari pertanian padi,” kata Carolyn Turk, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, dalam konferensi di Bali pada 19 September 2024.