Jakarta, FORTUNE - PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan permohonan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp2 triliun pada tahun ini untuk pembelian sarana Kereta Rel Listrik (KRL).
Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo, mengatakan pengadaan KRL merupakan hal mendesak untuk mengatasi peningkatan jumlah penumpang. Hal ini juga diperlukan untuk mengganti KRL yang sudah mencapai masa konservasi atau pensiun.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta pada Senin (2/7), Didiek mengungkapkan bahwa volume penumpang KRL diperkirakan mencapai 345 juta pada 2024, meningkat 5 persen menjadi 362 juta pada 2025, dan mencapai 410 juta pada 2027. Oleh karena itu, butuh penggantian 1.080 unit KRL yang telah berusia lebih dari 30 tahun.
"Jika jumlah trainset tidak mencukupi sementara jumlah penumpang bertambah, akan terjadi kelebihan penumpang, terutama pada jam-jam sibuk," kata Didiek.
KAI memastikan dana pengadaan armada KRL Jabodetabek ini tidak semuanya berasal dari PMN, tetapi ada juga dari shareholder loan dan pinjaman dari bank.
KAI harus mengganti 37 trainset
Didiek menuturkan, berdasarkan perhitungan, KAI harus melakukan penggantian sarana sebanyak 37 trainset hingga 2027 atau tiga tahun mendatang untuk memastikan keselamatan dan keandalan armada KRL.
Berdasarkan kontrak dan rencana terbaru, kedatangan kereta impor sebanyak 3 trainset akan terjadi pada 2025. Kemudian kereta dari PT Industri Kereta Api (INKA) sebanyak 16 trainset terdiri dari 12 unit pada 2025 dan 4 unit pada 2026.
INKA akan kembali mengirimkan 8 trainset pada 2027, kereta retrofit 2 trainset pada 2025, dan kereta pengganti retrofit 8 trainset pada 2025.
"PMN sebesar Rp2 triliun pada tahun ini akan digunakan untuk persiapan kami di semester kedua 2024 dengan kebutuhan dana Rp810 miliar dan semester pertama 2025 dengan kebutuhan dana Rp2,37 triliun. Kami akan menyerap dana sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujar Didiek.
Dampak PMN ke kinerja KAI
Didiek menyatakan, tambahan PMN Rp2 triliun akan memberikan dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Proyeksi keuangan perusahaan menunjukkan, dengan adanya PMN, beban finansial akan berkurang pada 2028.
Tanpa PMN, beban KAI diperkirakan mencapai Rp3,64 triliun, sedangkan dengan PMN beban keuangan diperkirakan bisa turun menjadi Rp3,15 triliun.
Penurunan beban finansial terssebut pada akhirnya akan meningkatkan laba bersih perusahaan dibandingkan jika tanpa PMN. Tanpa PMN, laba bersih pada tahun 2028 diperkirakan mencapai Rp2,22 triliun, sedangkan dengan PMN laba bersih naik menjadi Rp2,23 triliun.
Bahkan, jika PMN disetujui pada tahun 2025, laba bersih perusahaan akan meningkat menjadi Rp1,18 triliun dibandingkan dengan Rp1,17 triliun tanpa PMN.
"Dari sisi neraca, utang KAI akan lebih rendah dengan adanya PMN. Ekuitas juga akan membaik, sehingga memperkuat posisi KCI dalam menjalankan tugas sebagai angkutan massal," ujar Didiek.
Pada paparan KAI, pendapatan perseroan hingga triwulan I tahun 2024 mencapai Rp7,25 triliun atau naik 25 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp5,79 triliun. Sementara laba bersih KAI pada triwulan I juga naik 11 persen menjadi Rp391 miliar dari tahun lalu yang sebesar Rp352 miliar