Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh, mengungkap masih banyaknya kecurangan dalam pengelolaan keuangan dan pembangunan negara atau daerah.
Dari hasil investigasi dan audit BPKP, kecurangan tidak hanya dilakukan para ASN, tapi juga BUMN dan perusahaan swasta.
“Sebagai gambaran saja. Tahun lalu [2022], temuan audit terkait kecurangan masih sangat tinggi. Kami mendapati ada Rp37,01 triliun. Ini dari audit investigasi kami,” ujarnya dalam acara Aksi Pencegahan Korupsi Tahun 2023-2024 yang digelar di Kementerian PANRB yang disiarkan secara virtual, Jumat (10/3).
Ateh mengatakan modus kecurangan dalam menggerus keuangan negara semakin kompleks dan terencana karena dilakukan bersama-sama.
Selain itu, dia menganggap Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) telah gagal dalam menjalankan fungsi pengawasan. Kondisi ini pun, katanya, terus menggerus kepercayaan publik. “Artinya kita mungkin sudah harus mengubah metode dan teori kita dalam memperjuangkan kecurangan,” kata dia.
Meski Rp 37,01 triliun uang tersebut telah menguap, BPKP pada 2022 telah mampu menyelamatkan uang Rp76,32 triliun dari kecurangan.
“Jadi kalau kami enggak awasi kemarin, uang ini akan keluar karena kelebihan nilai segala macam,” ujarnya.
Ia menegaskan anggaran yang sudah keluar akibat indikasi kecurangan ini harus ditarik kembali. Jika seluruhnya dapat dikembalikan, BPKP berhasil memberi kontribusi terhadap keuangan negara sekitar Rp117,8 triliun.
"Ini besar sekali angka sebenarnya, sebelumnya cuma Rp 60 triliun," kata Ateh.
Sederet temuan BPKP
Ateh juga mengungkap banyak belanja program dan kegiatan oleh kementerian/lembaga tidak menghasilkan, dan tentunya merugikan keuangan negara.
“Kecurangan ini terjadi dari mulai perencanaan dan penganggaran, pengadaan barang jasa, dan perizinan,” ujarnya.
Dalam melakukan kecurangan di kementerian/lembaga, kata Ateh, masih ada yang melakukan jual-beli jabatan.
“Ini pengawasan APIP, bukan malah mencegah, malah menjadikan timbul masalah baru,” ujarnya.
Pada layanan publik, Ateh juga mengungkapkan temuannya. Dia menyebut masih ada prosedur yang berbelit dan memakan waktu. Hal tersebut menjadi pintu masuk bagi praktik pungutan liar. Karenanya dia berharap Kementerian PAN-RB dapat membenahi pelayanan dasar tersebut.