Industri Pertambangan Dilanda Kelangkaan Ban Alat Berat

Stok ban tambang hanya tersedia untuk dua bulan ke depan.

Industri Pertambangan Dilanda Kelangkaan Ban Alat Berat
Ilustrasi alat berat United Tracktors, Dok. United Tracktors
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kelangkaan ban alat berat yang terjadi di industri pertambangan saat ini dikhawatirkan menghambat ekspor batu bara apabila tidak cepat diatasi. Stok ban yang tersedia sekarang hanya cukup untuk dua bulan ke depan, dan para importir belum mendapatkan persetujuan memasukkan produk yang tidak diproduksi secara domestik tersebut.

Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO), Bambang Tjahyono, mengatakan, dikutip Selasa (20/6), "Pelaku usaha menghadapi kendala serius berupa keterbatasan pasokan ban off the road untuk alat berat yang digunakan dalam kegiatan pertambangan. Jika kondisi ini berkepanjangan, dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran ekspor serta pasokan batu bara ke Perusahaan Listrik Negara (PLN)."

Jenis ban yang umumnya digunakan dalam operasional pertambangan adalah radial, bukan bias. Namun, hingga saat ini belum ada pabrik di Indonesia yang memproduksi ban off the road radial. 

Jika industri pertambangan terpaksa menggunakan ban bias, katanya, maka umur pakai ban tersebut sangat pendek—yang kelak turut meningkatkan biaya produksi.  

"Kami sangat berharap ban jenis radial dapat diproduksi di Indonesia dengan kualitas yang memadai, sehingga dapat mendukung program peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pemerintah. Kami pun dapat meminimalkan dampak ekonomi yang timbul dalam hal terjadi keterbatasan pasokan ban," ujarnya. 

Kementerian Perdagangan belum merilis persetujuan impor

Bambang melanjutkan bahwa para importir belum dapat memenuhi kebutuhan industri karena Kementerian Perdagangan belum memberikan persetujuan impor (PI). 

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah terbitnya Neraca Komoditas (NK) oleh Kementerian Perindustrian. Karena itu, stok ban milik anggota lintas asosiasi diperkirakan akan habis dalam waktu dua bulan ke depan. 

"Tentu saja situasi ini sangat mengkhawatirkan bagi tidak saja bagi kami pelaku usaha, tetapi juga bagi banyak pihak dalam ekosistem industri pertambangan karena kelangkaan ini berpotensi mengancam kelancaran produksi batu bara di Indonesia," kata Bambang.

Menurutnya, ASPINDO, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan Perkumpulan Tenaga Ahli Alat Berat Indonesia (PERTAABI) sebagai mitra pemerintah memahami bahwa sedang ada upaya dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini. 

Dapat memproduksi ban dalam negeri untuk tambang

Dihadapkan dengan situasi tersebut, ASPINDO berharap Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dapat segera menyelesaikan persyaratan yang diperlukan sehingga PI dimaksud dapat diberikan dan stok ban kembali tersedia. 

"Sebagai asosiasi yang mewakili sektor pertambangan batu bara, kami berkomitmen untuk terus menjalin kerja sama dengan pemerintah guna mengatasi tantangan ini. Dengan kerja sama yang baik antara industri pertambangan batu bara dan pemerintah, kita dapat menjaga kelancaran produksi batu bara, meningkatkan kontribusi sektor ini terhadap perekonomian, dan memastikan ketahanan energi nasional," kata Bambang. 

Magazine

SEE MORE>
The Art of M&A
Edisi November 2024
Businessperson of the Year 2024
Edisi Oktober 2024
Turning Headwinds Into Tailwinds
Edisi September 2024
Indonesia's Biggest Companies
Edisi Agustus 2024
Human-AI Collaboration
Edisi Juli 2024
The Local Champions
Edisi Juni 2024
The Big Bet
Edisi Mei 2024
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024

Most Popular

Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Hari Ini, 21 November 2024
Beban Kerja Tinggi dan Gaji Rendah, Great Resignation Marak Lagi
Terima Tawaran US$100 Juta Apple, Kemenperin Tetap Tagih Rp300 Miliar
Harga Saham GoTo Group (GOTO) Hari Ini, 21 November 2024
Siapa Pemilik Grab? Perusahaan Jasa Transportasi Terbesar
Tolak Wacana PPN 12 Persen, Indef Usulkan Alternatif yang Lebih Adil