Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Arief Prasetyo Adi, mengatakan aspek perpanjangan shelf life atau masa simpan pangan merupakan faktor penting dalam menunjang distribusi logistik pangan.
Masa simpan pangan disinyalir sebagai penyebab fluktuasi harga pangan di Indonesia, mengingat kondisi geografis negeri ini yang berpulau-pulau.
"Kita tidak punya alat untuk memperpanjang shelf life, ini yang banyak belum diketahui,” kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (10/5).
Dia mengambil contoh apel fuji dari Cina bagian utara. Menurutnya, dengan adanya sarana prasarana rantai dingin (cold chain), komoditas pangan ini tetap bisa didistribusikan walaupun dalam keadaan musim dingin.
“Mereka bisa mengatur tidak hanya suhunya saja. Ada namanya controlled atmosphere storage," ujarnya.
Dia telah menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo mengenai pentingnya cold chain terhadap pangan.
Hal ini berkaca pada negara lain yang telah memanfaatkan rantai dingin untuk memperpanjang shelf life.
“Kalau kita baru mulai, tidak mengapa. Kita sudah memulai tapi cepat," katanya.
Menguatkan rantai dingin di sentra produksi pangan
Sejak 2022, Bapanas telah mendukung penguatan cadangan pangan dengan menyalurkan total 30 sarana prasarana cold chain di 12 provinsi sentra produsen pangan strategis.
Jenis alatnya adalah Cold Storage dengan kapasitas hingga 12 ton, air blast freezer yang kapasitasnya hingga 3 ton, heat pump dryer dengan kapasitas 200 kilogram per batch, dan reefer container dengan kapasitas hingga 20 ton.
Pada 2024, Bapanas akan menyelesaikan sampai dengan 40 alat cold chain. Alat-alat tersebut akan didistribusikan ke sentra produksi beberapa kabupaten/kota.
“Ini karena ketahanan pangan yang benar adalah ketahanan pangan yang mendahulukan kemandirian pangan. Cara menjaganya, salah satunya adalah dengan punya alat untuk memperpanjang shelf life dan disimpan tanpa mengurangi kualitas pangan," kata Arief.
Tantangan pangan global, kata dia, sudah cukup mengkhawatirkan saat ini, dan salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan produksi dalam negeri.
Namun, ketika produksi sudah dinaikkan, stok di pasaran jadi membeludak dan harga pun jatuh. Dengan adanya rantai dingin ini, diharapkan kejadian semacam itu tidak kembali terulang.
“Kita tidak ingin begitu. Jadi tugas kita semua, termasuk Badan Pangan Nasional bersama BUMN, mempersiapkan pada saat produksi meninggi berperan sebagai offtaker," ujarnya.