Jakarta, FORTUNE – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan kebijakan yang mengharuskan seluruh perusahaan minyak mentah kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) memiliki kantor pusat di Indonesia akan menambah pendapatan negara.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menyatakan penerimaan pajak dari sektor sawit akan bertambah jika kantor pusat perusahaan pindah ke Indonesia. Hanya saja, Putu mengaku belum menghitung secara terperinci berapa potensi tambahan penerimaan pajak dari sektor tersebut.
Melihat data tahun lalu, total pungutan ekspor CPO dan turunannya mencapai sekitar Rp86 triliun dan pajak Rp20 triliun.
"Itu lebih Rp100 triliun. Ya, tentu akan bertambah (kalau kantor pusat diwajibkan di Indonesia)," kata Putu saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (30/5).
Harus ada pendataan ulang
Ia mengatakan nilai ekonomi sektor industri kelapa sawit dari hulu ke hilir mencapai Rp750 triliun pada 2021, dan Rp500 triliun di antaranya berasal dari ekspor. "Kita adalah eksportir minyak nabati dan turunan CPO," ujar Putu.
Sementara, Putu menyatakan pemerintah perlu melakukan pendataan kembali terhadap perusahaan minyak sawit, mulai dari luas kebun, pengolahan CPO, dan jumlah produksi minyak goreng.
"Ini akan sangat bagus karena dari CPO bisa menjadi biofuel, maupun oleochemical. Kalau bisa begitu neracanya kita (negara) dapat, pengusahanya juga kita dapat," katanya.
Temuan Luhut
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan sempat mengeluhkan masih ada perusahaan sawit yang punya lahan garapan di Indonesia, tapi berkantor di luar negeri. Ia pun mewajibkan seluruh perusahaan CPO memindahkan kantor pusat ke Indonesia.
“Bayangkan dia punya 300 ribu-500 ribu (hektar). Headquarter-nya di luar negeri. Dia bayar pajaknya di luar negeri. Not gonna happen. You have to move your headquarter to Indonesia," ujar Luhut.
Kendati demikian, Luhut tidak secara spesifik menyebut nama perusahaan pemilik perkebunan kelapa sawit besar yang mengeruk banyak untung di Indonesia, tetapi perusahaan induknya memilih berkantor pusat di luar negeri.
Luhut baru saja mendapat tugas baru dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menangani permasalahan polemik minyak goreng yang berlarut-larut.
Tugas itu diberikan beriring dengan masih langkanya minyak goreng curah dan harganya pun belum sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp14 ribu per liter. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan, mulai dari harga eceran tertinggi (HET) hingga subsidi.