Jakarta, FORTUNE - Presiden Joko "Jokowi" Widodo memberikan tanggapan tentang penurunan kinerja sektor manufaktur dalam negeri yang terjadi belakangan ini ketika membuka sidang kabinet paripurna pertama di Ibu Kota Negara (IKN), Senin (12/8).
"Perhatikan dengan seksama mengapa permintaan domestik menurun. Mungkin disebabkan oleh tingginya biaya bahan baku impor akibat fluktuasi nilai tukar rupiah atau serbuan produk impor yang masuk ke Indonesia," ujar Jokowi dalam pembukaan rapat kabinet tersebut, dikutip dari kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (12/8).
Dia mengatakan sektor manufaktur Indonesia, seperti tecermin pada purchasing managers' index (PMI), dalam 34 bulan secara berturut-turut sebenarnya telah mengalami ekspansi. Namun, pada Juli 2024 PMI terkoreksi menjadi 49,3.
Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk menyelidiki penyebab turunnya PMI, mengingat kondisi tersebut telah berlangsung dalam empat bulan terakhir.
Bahkan, posisi PMI Indonesia berada di bawah Malaysia yang mencatat angka 49,7, serta kalah dari Jepang (49,2) dan Cina (49,8).
Penurunan terbesar terjadi pada sektor produksi, dengan minus 2,6, diikuti oleh penurunan pesanan baru sebesar minus 1,7, dan penurunan tenaga kerja sebesar minus 1,4.
Jokowi belanja dalam negeri didorong
Jokowi menyatakan bahwa meskipun kontraksi dalam kinerja sektor manufaktur juga terjadi di beberapa negara Asia lainnya, Indonesia tidak boleh lengah menghadapi situasi tersebut.
Oleh karena itu, dia menekankan pentingnya belanja produk lokal, penggunaan bahan baku lokal, serta perlindungan terhadap industri dalam negeri.
"Penting untuk terus mendukung belanja produk lokal, penggunaan bahan baku lokal, dan melindungi industri dalam negeri," katanya.
Dia mengatakan turunnya PMI bisa disebabkan oleh melemahnya permintaan ekspor dari luar negeri, yang mungkin dipicu oleh gangguan rantai pasok atau perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Untuk itu, Presiden Jokowi meminta para menterinya untuk mencari pasar ekspor baru, termasuk yang non-tradisional.
"Kita perlu mencari pasar non-tradisional dan menjajaki potensi pasar baru untuk ekspor kita," ujarnya.
Berdasarkan data dari S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 hanya mencapai 49,3, turun dari 50,7 pada Juni 2024.